GridHEALTH.id – Sejak pandemi Covid-19 merebak, khususnya di Indonesia, masyarakat mulai banyak yang mencari informasi mengenai kesehatan, khususnya demam.
Maklum demam adalah salah satu gejala yang banyak disebut sebagai gejala terinfeksi virus Covid-19.
Nah, dari sini pula, lambat laun tapi pasti masyarakat Indonesia yang tadinya menganggap demam adalah sebuah penyakit, kini sadar dan tahu jika demam itu bukan penyakit.
Baca Juga: Nikmati Manfaat Berhenti Merokok, Wajah Pemuda Ini Berubah Menjadi Glowing dan Tampak Awet Muda
Ya, demam adalah sebuah gejala yang ditunjukan atau timbul karena tubuh terinfeksi virus ataupun bakteri.
Apakah demam harus diobati?
Jawabannya, jika perlu. Apa maksudnya?
Tidak semua demam yang muncul karena infeksi virus ataupun bakteri harus ditanggulangi dengan obat.
Sebab demam bisa sembuh dengan sendirinya, sering infeksi yang menyerang tubuh bisa ditaklukan oleh imunitas di dalam tubuh.
Karenanya saat demam yang paling utama adalah, tercukupinya cairan tubuh, dan tercukupinya asupan gizi harian.
Baca Juga: Guru Besar FMIPA Brawijaya : Jamur Cordyceps Bisa Sembuhkan Covid-19, Efeknya Dalam Hitungan Jam
Jadi, saat demam yang penting banyak minum dan makan makanan bergizi.
Tidak lupa mengonsumsi buah-buahan. Boleh juga mengonsumsi oralit yang merupakan cairan tubuh, sebagai pengganti cairan tubuh yang hilang karena demam.
Oralit bukan obat, tapi larutan murah meriah yang sangat membantu tubuh saat mengalami demam.
Obat demam diperlukan manakala ada riwayat kejang pada penderita, penderita mengalami komplikasi, penderita kehilangan kesadaran, dan demam di atas 40 derejat celcius, jika diukut dengan termometer air raksa di ketiak.
Bagaimana demam pada anak? Untuk hal ini terbagi dalam beberapa klasifikasi sesuai usia anak, berikut kutipn dari Mayo Clinic:
Baca Juga: Perseteruan Kurang Gizi antara Shandy Aulia dan Warganet Julid yang Membully Anaknya
Baca Juga: Dokter RSCM Temukan Gejala Baru Virus Corona pada Pasien di Indonesia
Bayi dan balita
0 – 3 bulan: suhu 38 derajat Celcius atau lebih tinggi diambil secara rektal (dubur), segera periksakan ke dokter, sekalipun tidak memiliiki tanda atau gejala lain.
3-6 bulan: suhu hingga 38,9 derajat Celcius. Upayakan anak untuk beristirahat dan minum banyak cairan. Obat tidak diperlukan. Hubungi dokter jika anak gelisah, ngamuk, rewel berlebihan, lesu.
3-6 bulan: suhu di atas 38,9 derajat Celcius diukur dengan termometer di rektal (dubur). Segera ke dokter saat itu juga.
6-24 bulan: suhu di atas 38,9 derajat Celcius diukur secara rektal. Berikan asetaminofen (Tylenol, lainnya), dengan dosis sesuai berat badan.
Jangan berikan aspirin kepada bayi atau balita. Hubungi dokter jika demam tidak merespons obat atau bertahan lebih dari satu hari.
Baca Juga: Heboh FBI Tangkap Bill Gates , Benarkah Ia Pencipta Virus Covid-19?
Anak-anak
2-17 tahun: suhu hingga 38,9 derajat Celcius diukur secara rektal atau diambil secara oral untuk anak di atas 3. Cukup beristirahat dan minum banyak cairan.
Obat tidak diperlukan. Hubungi dokter jika anak mudah tersinggung atau lesu atau mengeluh ketidaknyamanan yang signifikan.
2-17 tahun: suhu di atas 38,9 derajat celcius diukur secara rektal untuk anak-anak usia 2-3, atau diukur secara oral untuk anak-anak di atas 3.
Boleh diberikan obat penurun demam jika anak gelisah, rewel.
Baca label dengan hati-hati untuk dosis yang tepat, dan berhati-hatilah untuk tidak memberi anak lebih dari satu obat yang mengandung asetaminofen, seperti beberapa obat batuk dan pilek.
Hindari pemberian aspirin kepada anak-anak atau remaja. Hubungi dokter jika demam tidak merespons obat atau bertahan lebih dari tiga hari.
Baca Juga: MUI Keluarkan Fatwa Salat Idul Fitri Khusus Pandemi Covid-19
Baca Juga: MUI Keluarkan Fatwa Salat Idul Fitri Khusus Pandemi Covid-19
Untuk obat penurun demam sendiri, “Antara parasetamol dan ibuprofen, rekomendasi pemakaiannya berbeda-beda. Tidak bisa juga membandingkan mana yang lebih baik di antara keduanya,” ungkap dr. Diana Wijaya, Sp.FK, Ketua Komite Farmasi dan Terapi (KFT) di RS Medika Wacana, seperti dikutip dari laman nakita.id.
Namun, farmakolog yang juga menjadi dosen Fakultas Kedokteran di UKRIDA tersebut lebih menyarankan parasetamol untuk pemakaian secara umum.
“Obat demam anak, parasetamol dianggap lebih aman karena efek sampingnya yang lebih minim,” ujarnya kembali.
Kandungan parasetamol dominan zat antipiretik, yang fungsinya untuk menurunkan panas tubuh. Selain itu parasetamol memiliki kandungan analgesik sebagai pereda nyeri.
Sementara, ibuprofen memiliki kandungan antipiretik, anti-inflamasi untuk pembengkakan, namun dominan analgesik.
Baca Juga: MUI Keluarkan Fatwa Salat Idul Fitri Khusus Pandemi Covid-19
Baca Juga: Seorang Dukun dan 10 Pasien Lain Dibuat Ketar-Ketir Usai PDP Covid-19 Ikut Berobat
Secara farmakologi, obat-obat jenis ibuprofen banyak berikatan dengan lemak, protein, dan dinilai lebih keras dibandingkan parasetamol.
Hal itulah yang membuat obat tersebut kurang direkomendasikan untuk pemakaian secara umum/bebas.
Penting diketahui, ada beberapa penyakit yang kondisinya bisa menjadi lebih parah bila diberikan ibuprofen.
“Misalnya saja pada kasus demam karena virus, seperti cacar dan campak. Bisa lebih buruk kalau pakai ibuprofen,” ujar dokter Diana.
Untuk ibuprofen, pemakaiannya disarankan pada demam yang membutuhkan zat analgesik yang lebih tinggi.
Misalnya saja bila si anak merasakan panas tinggi disertai nyeri selama berhari-hari, memang lebih cocok menggunakan ibuprofen.
Adapun dosis pemberian obat demam, setiap 4-6 jam atau sebanyak 3 kali sehari. Ini berlaku untuk obat parasetamol maupun ibuprofen.
Untuk efek samping, bila pemakaiannya berlebihan tentunya memiliki efek yang sama yakni biasanya pada organ hati.
“Penggunaan ibuprofen memang lebih tidak disarankan karena bisa mengiritasi saluran cerna, sehingga kebanyakan dokter lebih merekomendasikan parasetamol. Namun, ada juga yang mengombinasikan keduanya,” ujar dokter Diana.
Khusus bagi obat dengan komposisi kombinasi, tidak dianjurkan untuk diberikan pada penderita demam akibat virus maupun seseorang yang terkena gizi buruk.(*)
Baca Juga: Gorengan untuk Berbuka Puasa, Menguraikannya Butuh Waktu 15 Menit Berlari
#hadapicorona
#berantasstunting
Source | : | Mayo Clinic |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar