GridHEALTH.id - Korea Selatan belum lama ini melaporkan adanya peningkatan kembali kasus baru virus corona (Covid-19).
Kasus baru itu diduga bermula seorang pria dari klaster baru di kawasan kelab malam, di Itaewon, Seoul.
Baca Juga: Gelombang Kedua Covid-19 Muncul di Korea Selatan, Diduga Berasal dari 1 Orang Pria di Kelab Malam
Tak hanya itu, baru-baru ini Korea Selatan juga diketahui memiliki klaster baru lainnya yang diduga menjadi penyebab munculnya gelombang kedua wabah virus corona, yakni klaster perusahaan e-commerce Coupang di Bucheon, Seoul Selatan.
Akibatnya, negeri gingseng yang sempat berhasil menangani wabah virus corona itu kini kembali menutup fasilitas umum selama dua pekan ke depan.
Penutupan kembali fasilitas umum itu dilakukan pada 29 Mei hingga 14 Juni 2020.
Baca Juga: Korea Selatan Alami Lonjakan Kasus Baru Covid-19, Tanda New Normal Tidak Efektif Dilakukan?
Padahal selama tiga bulan terakhir, Korea Selatan telah memperoleh banyak pujian atas cara negara tersebut secara efektif menghentikan virus corona.
Namun saat ini, Korea Selatan mengalami lebih dari 11.000 kasus virus corona, setelah mengalami 9.786 pada akhir Maret, seperti dikutip dari Wired.co.uk.
Mengetahui peristiwa ini, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) Bursah Zarnubi meminta pemerintah dan masyarakat Indonesia agar belajar dari kegagalan new normal di Korea Selatan, seperti dilansir dari Jpnn.
"Kita harus memetik pelajaran dari Korea Selatan ini. Tentu kita mesti hati-hati betul, karena Covid-19 ini belum berhenti betul. Itu artinya Covid-19 ini kemungkinan akan muncul kembali," ujar Bursah, melalui pernyataan tertulisnya, di Jakarta, Sabtu (30/5/2020) malam.
Baca Juga: Pro Kontra Mal Beroperasi Kembali di Masa New Normal, Waspada Gelombang Kedua Covid-19
Kendati demikian, Bursah mengatakan new normal memang harus dilaksanakan, meskipun hal itu menuai pro dan kontra di tengah masyarakat.
"Karena itu kehidupan juga tidak boleh berhenti. Semua aktivitas ekonomi, bernegara, dan lain-lain harus berjalan dan kita harus selamat dari ancaman Covid-19 ini.
Artinya, perlu ada pengendalian, perlu ada protokol-protokol kesehatan dan lainnya yang bisa mengurangi serbuan Covid-19 ini," kata Bursah.
Baca Juga: Baru Sebulan Dibuka, Puluhan Ribu Warga Kota Jilin Di China Terdeteksi Positif Virus Corona
Bursah berharap penerapan new normal tidak menimbulkan gejolak sehingga protokol kesehatan dan fasilitas rumah sakit di seluruh Indonesia, terutama RS di daerah yang menjadi sentrum perkembangan penyebaran Covid-19, harus dipersiapkan.
"Sebab, kalau tidak, kita akan menghadapi bencana yang bisa lebih besar kalau kita tidak siap," ujarnya.
Dalam upaya menuju new normal di tengah pandemi Covid-19, Bursah mengimbau kepada masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan demi mencegah terjadinya gelombang kedua virus corona di Indonesia.
"Kita mulai akrab dengan hand sanitizer, menggunakan masker, cuci tangan, dan jaga jarak, minum vitamin C, E dan D, karena itu akan menjadi budaya panjang.
Kalaupun misalnya Covid-19 ini selesai dua tahun lagi, kita tetap menggunakan hand sanitizer dan masker, jaga jarak, dan cuci tangan. Sebab, kalau tidak kita rentan terkena virus," katanya.
Baca Juga: Gelombang Baru Virus Corona Muncul, Pakar Sebut Physical Distancing Perlu Dilakukan Hingga 2022
Di sisi lain, Bursah juga meminta kaum milenial membangun rasa optimisme dalam penerapan new normal.
"Mereka harus menjadi tauladan dan mengedukasi masyarakat luas dengan cara mengikuti protokol kesehatan itu sendiri," katanya.(*)
#berantatsstunting #hadapicorona
Source | : | wired.co.uk,jpnn.com |
Penulis | : | Levi Larassaty |
Editor | : | Nikita Yulia Ferdiaz |
Komentar