GridHEALTH.id - Gunung Merapi mengalami dua kali erupsi pada Minggu (21/6/2020) pagi, tepatnya pukul 09.13 dan 09.27 WIB.
Berdasarkan data data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, erupsi Gunung Merapi yang terjadi pukul 09.13 WIB, tercatat di seismogram dengan amplitudo 75 mm dan durasi 328 detik.
Teramati tinggi kolom erupsi ± 6.000 meter dari puncak, arah angin saat erupsi ke barat.
Baca Juga: Gunung Anak Krakatau Sempat 26 Kali Erupsi dalam 2 Hari, LIPI Tegaskan Asal Muasal Suara Dentuman
Erupsi kedua terjadi pada pukul 9.27 WIB dengan amplitudo 75 milimeter dan durasi 100 detik. Sedangkan tinggi kolom erupsi tidak teramati.
Akibat dari erupsi, sebagian wilayah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah mengalami hujan abu vulkanik.
Dilansir dari Kompas.com, menurut data BPBD Magelang, hujan abu terjadi di 8 kecamatan yakni Srumbung, Dukun, Sawangan, Salam, Muntilan, Ngluwar, Mungkid, dan Borobudur.
Kepala Dusun Menayu Kecamatan Muntilan Leo Bayu Aji menyatakan, di Kecamatan Srumbung, hujan abu terjadi cukup deras. Sementara di kawasan lainnya mengalami hujan abu ringan.
"Awalnya tidak deras tapi lama-lama deras. Kalau keluar rumah bikin kelilipan mata. Siang ini sudah mereda," kata Kepala Dusun Menayu Kecamatan Muntilan Leo Bayu Aji.
Dikutip dari laman The Science Education Resource Center (SERC), menghirup abu vulkanik bisa sangat merusak kesehatan manusia, karena aerosol berbahaya dan gas beracun yang membentuk abu.
Efek kesehatan termasuk masalah pernapasan, masalah mata, dan iritasi kulit.
Baca Juga: Erupsi Gunung Tangkuban Diperkirakan Sepekan, Sayuran juga Buah-buahan Lembang Aman Dikonsumsi
Lebih lanjut, berikut gejala kesehatan jangka pendek yang ditimbulkan akibat menghirup abu vulkanik.
1. Gejala pernapasan, meliputi pilek, sakit tenggorokan atau batuk, sesak napas, dan kemungkinan bronkitus.
2. Gejala mata, seperti mata menjadi gatal atau merah, mata lecet atau goresan kornea, dan dapat menyebabkan konjungtivitis.
Sementara itu, salah satu efek jangka panjang abu vulkanik adalah silikosis. Silikosis adalah penyakit yang mengakibatkan kerusakan paru-paru dan jaringan parut, dari paparan partikel silika kristal bebas.
Menurut American Associaton Lung, berikut panduan yang dapat melindungi kesehatan paru-paru dari abu vulkanik.
Panduan ini perlu diikuti oleh anak-anak dan remaja, wanita hamil, orang tua, orang dengan penyakit paru-paru kronis, penyakit jantung atau diabetes, dan orang dewasa sehat yang harus bekerja di luar rumah.
Baca Juga: Aneka Makanan Sehat yang Baik Untuk Paru-paru Saat Pandemi Corona
Panduan umum:
- Bersiaplah terlebih dahulu. Memiliki perlengkapan darurat dan rencana darurat keluarga.
- Jika memiliki penyakit paru-paru, siapkan asma atau paket perjalanan COPD.
- Evakuasi jika dipesan. Jika tidak dapat mengungsi, tinggal di dalam rumah.
- Periksa jaringan pemantauan kualitas udara untuk menentukan keamanan kualitas udara di wilayah sekitar.
Panduan di rumah:
- Tetap di dalam sampai debu mengendap, dengan pintu, jendela dan peredam api ditutup. Tempatkan handuk basah di ambang pintu dan sumber angin lainnya, seperti pita jendela berangin.
Baca Juga: Tak Ada Tim Penyelamat, 3 Pendaki Gunung Tampomas Meninggal Akibat Kedinginan
- Letakkan pendingin udara pada pengaturan resirkulasi sehingga udara luar tidak akan dipindahkan ke dalam ruangan dan udara bersih akan bersirkulasi melalui pendingin udara dan pembersih udara.
- Ambil tindakan pencegahan ekstra untuk anak-anak, orang dewasa yang lebih tua dan orang-orang dengan penyakit paru-paru, yang lebih rentan terhadap gas dan asap.
Panduan jika pergi ke luar:
- Hindari mengemudi. Jika harus mengemudi di area yang terkena dampak, maka tutup jendela dan ventilasi kendaraan. Pendingin udara hanya boleh dioperasikan dalam pengaturan "resirkulasi".
Baca Juga: Protokol Covid-19 Menggunakan Masker tidak Berlaku Bagi Penderita Asma
- Jangan mengandalkan masker debu. Masker debu biasa, yang dirancang untuk menyaring partikel besar, tidak akan membantu karena masih memungkinkan partikel kecil yang lebih berbahaya untuk melewatinya.
Masker debu khusus dan lebih mahal dengan filter HEPA sejati akan menyaring partikel halus yang merusak, tetapi mungkin tidak cocok dan sulit bagi orang dengan penyakit paru-paru untuk digunakan.
Sebaiknya, konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter sebelum menggunakan masker, terutama jika memiliki penyakit paru-paru. Masker debu dengan peringkat N-95 paling direkomendasikan untuk perlindungan abu.
Baca Juga: Benar Indonesia Mau Bebas Covid-19? Ditegur Tak Pakai Masker Malah Beri Bogem Mentah
- Hindari berada di luar ruangan jika prakiraan kualitas udara berkode merah (tidak sehat) atau lebih tinggi.(*)
#berantasstunting #hadapicorona
Source | : | Kompas.com,American Lung Association |
Penulis | : | Levi Larassaty |
Editor | : | Nikita Yulia Ferdiaz |
Komentar