GridHEALTH.id - Kabar mengenai batas tarif tertinggi rapid test yang ditetapkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) senilai Rp 150 ribu nyatanya menuai pro kontra.
Banyak orang yang merasa nyaman dengan harga tersebut, namun ada pula yang merasa dirugikan, termasuk para tenaga medis.
Baca Juga: IDI; Kasihan Kawan-kawan di Pelayanan, Protes Kemenkes Tetapkan Harga Rapid Test Rp150 Ribu
Hal ini juga disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Slamet Budiarto, mengkritik langkah Kementerian Kesehatan yang mengeluarkan surat edaran soal aturan penetapan batasan tertinggi.
Slamet menilai jika langkah yang diambil Kemenkes terlalu gegabah.
Sebelumnya, berdasarkan surat edaran Nomor HK.02.02/I/2875/2020, Senin (6/7/2020), Kementerian Kesehatan mengatur batas tarif tertinggi untuk pelaksanaan rapid test yakni Rp 150 ribu.
Besaran tarif tertinggi sebagaimana yang dimaksud untuk masyarakat yang melakukan pemeriksaan rapid test antibodi atas permintaan sendiri.
Pemeriksaan rapid test ini harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dan berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan.
Melihat hal ini, Slamet menyatakan, besaran tarif tersebut tidak cukup untuk menutup seluruh beban biaya pelayanan.
Biaya pelayanan tersebut termasuk bahan habis pakai atau alat kesehatan, alat pelindung diri (APD), hingga jasa medis.
Kendati demikian, Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan, Tri Hesty Widyastoeti menuturkan jika tarif tersebut sudah terhitung dari biaya layanan lainnya.
"Kami menghitungnya tentu dari pembelian alat rapid test itu, termasuk semua ya sampai ke speknya, APD yang dipakai oleh petugas kesehatan, kemudian ya jasa layanan. Dari mulai layanan kalau itu memang harus dibaca oleh seorang dokter spesialis atau dokter, kemudian petugas analisnya sampai ke jasanya rumah sakit lah. Kita hitung secara wajar. Karena kan ada beberapa yang menawarkan harga murah, tapi ada sampai yang harga mahal. Jadi kita ambil range-nya, tengah-tengah gitu ya," kata Hesty.
Ia juga menyatakan bahwa penetapan harga tersebut dibuat atas permintaan masyarakat.
"Kita juga dapat permintaan dari masyarakat sendiri. Masyarakat sudah banyak yang memprotes 'kenapa tidak ditetapkan harganya?'"
Baca Juga: Sebut Pria Indonesia Lemah, Nikita Mirzani Rilis Obat Kuat yang Diklaim Aman:
"Ini juga membantu masyarakat supaya masyarakat ke tempat pelayanan kesehatan, oh sudah pasti harganya sekian," jelas Hesty di Graha BNPB, Jakarta, Senin (13/7/2020).
Hesty juga mengatakan penetapan harga tertinggi pelayanan rapid test ini agar menciptakan kewajaran terkait pelayanan rapid test.
"Kita menciptakan kewajaran harga-harga itu, sehingga tak ada komersialisasi bahwa pemeriksaan ini supaya bermanfaatlah untuk masyarakat," kata Hesty.
Sementara itu, Hesty kembali mengingatkan bahwa harga Rp150 ribu untuk pelayanan rapid test dikalkulasikan secara wajar.
Baca Juga: Agar Makanan Awet dan Bebas Bakteri, Penting Memilih Wadah Penyimpanan Makanan yang Tepat
Ada memang yang harga rapid test di bawah Rp100 ribu, tetapi ada juga yang di atas itu.
"Ini untuk pasien mandiri, bukan yang karena bantuan pemerintah atau screening. Pasien mandiri itu meminta pemeriksaan ini, maka diharapkan dengan harga sekian," pungkasnya. (*)
#hadapicorona
Source | : | YouTube |
Penulis | : | Nikita Yulia Ferdiaz |
Editor | : | Nikita Yulia Ferdiaz |
Komentar