GridHEALTH.id - Ada 46 Ribu Lebih Kasus Pelecehan Seksual, RUU PKS Kembali Ditunda DPR
Saat Komnas Perempuan mencatat ada 46.698 kasus pelecehan seksual terhadap kaum hawa, DPR justru dengan yakin menunda pengesahan RUU PKS.
Baca Juga: 6 Spesies Kelelawar, dan 3 Virus Mematikan yang Dibawanya, Virus Corona Hingga Ebola
Para perempuan di Indonesia kembali dibuat gigit jari, usai DPR menyepakati Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dikeluarkan dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.
Hal ini tentu sangat disayangkan, terlebih Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mencatat kasus pelecehat terhadap kaum hawa terus saja bertambah tiap tahunnya.
Dalam kurun waktu 2011 sampai 2019 saja Komnas Perempuan mencatat setidaknya 46.698 kasus pelecehan seksual terjadi terhadap perempuan di ranah publik maupun personal.
Komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor mengatakan dari jumlah tersebut terdapat 23.021 kasus yang terjadi di ranah publik berupa perkosaan sebanyak 9.039 kasus, pelecehan seksual 2.861 kasus, dan kejahatan melalui internet sebanyak 91 kasus.
Baca Juga: Cenderung Dialami Semua Usia, Penderita Asma Ternyata Berisiko Tinggi Terkena GERD
"Data ini belum menggambarkan sesungguhnya, ini hanya yang terlapor saja. Jadi ada semacam fenomena gunung es, jumlahnya bisa lebih besar yang tidak terlapor," papar Maria dalam diskusi secara virtual terkait Pro-Kontra RUU PKS : Mau Dibawa Kemana?, Jakarta, Kamis (23/7/2020) malam.
Melihat data kekerasan seksual terhadap perempuan yang terus meningkat, Maria mengaku Komnas Perempuan sejak 2012 mendorong pembahasan dan pengesaham Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) agar ada perlindungan hukum bagi perempuan.
Baca Juga: Produksi APD dan Masker China Diduga Hasil Kerja Paksa Etnis Minoritas Muslim Uighur
"Setiap tahun kekerasan terhadap perempuan ini konsisten mengalami peningkatan. Ini menunjukkan tiadanya perlindungan dan keamanan terhadap perempuan. Kami menganggap ini telah terjadi pembiaran," paparnya.
Padahal jika ditlik dari sisi medis, tentu pelecehan seksual dalam bentuk apapun yang dialami perempuan pasti akan mempengaruhi kesehatan korbannya, baik itu secara kesehatan fisik maupun mental.
Melansir dari NCBI, sebuah penelitian yang dilakukan oleh akademisi dari University College London (UCL) dan staf spesialis dari rumah sakit King's College NHS mengungkapkan fakta mengejutkan.
Empat dari lima korban pencabulan atau pemerkosaan berisiko menderita kesehatan mental yang melumpuhkan mereka beberapa bulan setelah 'penyerangan'.
Baca Juga: Produksi APD dan Masker China Diduga Hasil Kerja Paksa Etnis Minoritas Muslim Uighur
Dimana korban akan mengalami kecemasan, depresi, gangguan stres pasca-trauma dan kondisi serius lainnya empat hingga lima bulan setelah 'diserang'.
Bahkan, para ahli mengatakan bahwa mereka yang menjadi korban pencabulan di masa kanak-kanak bisa menyebabkan masalah kesehatan mental yang dapat bertahan hingga dewasa atau seumur hidupnya.
Penelitian ini melibatkan 137 gadis berusia antara 13 dan 17 - usia rata-rata 15,6 tahun - yang diserang antara April 2013 dan April 2015.
Ketika para gadis diperiksa empat hingga lima bulan setelah diserang, 80% dari mereka memiliki setidaknya satu gangguan kesehatan mental. Lebih dari setengah (55%) memiliki setidaknya dua kelainan.
Baca Juga: Di Masa Pandemi, Pasien DBD Tak Perlu Dirawat di Ruang Isolasi, Kecuali....
Tidak hanya kesehatan mental saja yang terancam, para korban juga mempunyai kemungkinan besar untuk mengalami penyakit lain.
Studi tersebut menemukan sejumlah gadis (4%) hamil setelah diserang, 12% memiliki infeksi menular seksual dan 8% - satu dari 12 - telah menjadi sasaran serangan seksual lainnya.
Melihat kembali masalah tersebut, semoga DPR cepat menyelesaikan RUU PKS dan kembali memasukannya ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas.(*)
#berantasstunting
#hadapicorona
Source | : | tribunnews,ncbi |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar