GridHEALTH.id - Pada hari Senin, (27/7/2020), PBB memperingatkan bahwa pandemi Covid-19 dan pembatasannya mendorong masyarakat yang sudah kelaparan pergi ke tepi.
Alhasil mengakibatkan sekitar 10.000 lebih anak-anak muda tewas dalam sebulan ketika pertanian yang sedikit terputus dari pasar dan desa-desa terisolasi dari makanan dan bantuan medis, seperti dilansir Gulfnews.
Dalam seruan untuk bertindak yang dibagikan kepada The Associated Press sebelum publikasi, empat lembaga PBB memperingatkan bahwa meningkatnya kekurangan gizi akan memiliki konsekuensi jangka panjang, mengubah tragedi individu menjadi bencana generasi.
Baca Juga: PBB: Covid-19 Akan Menghancurkan Negara-negara Termiskin Jika Negara Barat Tidak Bertindak
Kelaparan sudah menguntit Haboue Solange Boue, seorang bayi dari Burkina Faso yang kehilangan setengah dari berat badannya 2,5 kilogram hanya dalam waktu sebulan.
Diterapkannya penutupan dan pembatasan sebagai dampak dari pandemi Covid-19 mengakibatkan pasar tutup dan keluarganya menjual lebih sedikit sayuran. Ibunya terlalu kekurangan gizi untuk dirawat.
Berdasarkan data PBB, lebih dari 550.000 anak tambahan setiap bulan diserang oleh wasting.
Lebih dari setahun, angka itu naik 6,7 juta dari total tahun lalu 47 juta. Wasting dan stunting dapat secara permanen merusak anak-anak secara fisik dan mental.
Baca Juga: 8 Juta Masyarakat Indonesia Diprediksi Miskin Mendadak Dalam Waktu Dekat Akibat Pandemi Covid-19
"Efek keamanan pangan dari krisis Covid akan mencerminkan bertahun-tahun dari sekarang," kata Dr. Francesco Branca, kepala nutrisi WHO. "Akan ada efek sosial."
Sementara di Amerika Latin ke Asia Selatan ke Afrika sub-Sahara, lebih banyak keluarga miskin yang menatap masa depan tanpa makanan yang cukup.
Pada bulan April, kepala Program Pangan Dunia David Beasley memperingatkan bahwa ekonomi dari dampak pandemi Covid-19 akan menyebabkan kelaparan global tahun ini.
Program Pangan Dunia atau The World Food Program memperkirakan pada Februari, satu dari tiga orang Venezuela sudah kelaparan, karena inflasi membuat gaji hampir tidak berharga dan memaksa jutaan orang mengungsi ke luar negeri. Kemudian virus datang.
"Setiap hari kami menerima anak yang kekurangan gizi," kata Dr. Francisco Nieto, yang bekerja di rumah sakit di negara bagian Tachira.
Para pemimpin empat lembaga internasional, yakni Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), UNICEF, Program Pangan Dunia dan Organisasi Pangan dan Pertanian telah meminta setidaknya $ 2,4 miliar untuk mengatasi kelaparan global.
Baca Juga: Dunia Darurat Covid-19, Sejumlah Negara di Sekitar Asia Kembali Terapkan Penguncian
Namun tak hanya kekurangan uang, pembatasan pergerakan juga telah mencegah keluarga mencari perawatan, kata Victor Aguayo, kepala program nutrisi UNICEF.
“Dengan menutup sekolah, dengan layanan perawatan kesehatan utama terganggu, dengan program gizi yang disfungsional, kami juga menciptakan bahaya,” kata Aguayo.
Di Afghanistan, pembatasan pergerakan mencegah keluarga membawa anak-anak mereka yang kekurangan gizi ke rumah sakit untuk mendapatkan makanan dan bantuan tepat ketika mereka sangat membutuhkannya.
Baca Juga: Pembunuh Besar Manusia Bukan Merokok Tapi Makanan yang Dikonsumsi Sehari-hari, Diet Apalagi
Lantaran anak-anak tidak mendapatkan perawatan di rumah sakit, maka tidak ada cara untuk mengetahui dengan pasti skala masalahnya, tetapi sebuah penelitian oleh John Hopkins University mengindikasikan bahwa 13.000 warga Afghanistan yang berusia di bawah 5 tahun dapat meninggal.
Afghanistan sekarang berada di zona merah kelaparan, dengan gizi buruk pada masa anak-anak melonjak sebanyak 13% dari 690.000 pada Januari menjadi 780.000, menurut UNICEF.
Baca Juga: Akibat Covid-19, Seorang Janda Terpaksa Masak Batu Untuk 8 Anaknya yang Kelaparan
Di Yaman, pembatasan pergerakan telah menghalangi distribusi bantuan, bersamaan dengan terhentinya gaji dan kenaikan harga. Negara termiskin di dunia Arab semakin menderita karena penurunan dalam pengiriman uang dan penurunan dana dari lembaga-lembaga kemanusiaan.
Menurut Jaringan Sistem Peringatan Dini Kelaparan, saat ini Yaman berada di ambang kelaparan.
Beberapa kelaparan terburuk masih terjadi di Afrika sub-Sahara. Di Sudan, 9,6 juta orang hidup dari satu makan ke yang lain, ini menjadi meningkat sebanyak 65% dari waktu yang sama tahun lalu.
Penguncian di seluruh provinsi Sudan, seperti di seluruh dunia, telah mengeringkan pekerjaan dan pendapatan bagi jutaan orang. Dengan inflasi mencapai 136%, harga barang-barang kebutuhan pokok naik lebih dari tiga kali lipat.
"Tidak pernah mudah tetapi sekarang kita kelaparan, makan rumput, gulma, hanya tanaman dari bumi," kata Ibrahim Youssef, direktur kamp Kalma untuk orang-orang terlantar di Darfur selatan yang dilanda perang.
Adam Haroun, seorang pejabat di kamp Krinding di Darfur barat, mencatat sembilan kematian terkait dengan kekurangan gizi. Selama dua bulan terakhir - lima bayi baru lahir dan empat orang dewasa yang lebih tua, katanya.(*)
#berantasstunting #hadapicorona
Source | : | The Associated Press,Gulfnews |
Penulis | : | Levi Larassaty |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar