GridHEALTH.id - Usia tua datang dengan sejumlah masalah dan alzheimer merupakan salah satu penyakit yang bisa terjadi di usia tua.
Kelemahan terbesar dari penyakit alzheimer adalah tidak ada vaksin, pil, atau obat apa pun untuk menyelamatkan pasien.
Para ilmuwan di seluruh dunia telah meneliti alzheimer selama beberapa dekade, dan sekarang tampaknya ada peluang yang bisa menaklukkan penyakit tersebut.
Baca Juga: Studi : Obat Hipertensi Berpotensi Digunakan Sebagai Obat Alzheimer
Seperti diketahui, hormon memainkan peran utama dalam pengembangan kesehatan mental dan fisik manusia. Dan jika penelitian ini diyakini, maka hormon cinta, yakni oksitosin, dapat membantu dalam merawat pasien alzheimer.
Menurut studi yang diterbitkan dalam jurnal Biochemical and Biophysical Research Communication, para ilmuwan melihat hormon yang secara konvensional dikenal karena perannya dalam sistem reproduksi wanita dan dalam menginduksi perasaan cinta dan kesejahteraan, yaitu oksitosin sebagai elemen yang mungkin untuk mengobati gangguan kognitif seperti alzheimer.
Baca Juga: Asparagus, Sayuran Kaya Manfaat yang Dapat Sehatkan Mata Hingga Cegah Alzheimer
Dikutip dari Alzheimer Association, alzheimer adalah jenis demensia yang memengaruhi daya ingat, pemikiran, dan perilaku, hingga bisa mengganggu tugas sehari-hari.
Baca Juga: Kasus Covid-19 Memburuk, Jakarta Wacanakan Bakal Terapkan PSBB Lagi
Alzheimer sendiri bukan bagian normal dari penuaan.
Hanya saja faktor risiko terbesar adalah usia 65 ke atas.
Alzheimer, seperti halnya penyakit kronis lainnya, tidak ada obat untuk menyembuhkannya.
Jadi hingga saat ini tidak dapat menghentikan perkembangan alzheimer.
Hanya saja dapat memperlambat memburuknya gejala demensia dan meningkatkan kualitas hidup bagi mereka yang menderita alzheimer.
Baca Juga: Waspadai Gejala Alzheimer Bila Sering Tidur Siang Terlalu Lama
Mengenai penyebab penyakit alzheimer adalah akumulasi protein yang disebut amyloid b (Ab) dalam kelompok di sekitar neuron di otak, yang menghambat aktivitas dan memicu degenerasi.
Akibatnya seseorang penderita alzheimer dapat kehilangan kendali atas gerakan tubuh mereka.
Baca Juga: Kolesterol Baik (HDL) Bisa Obati Alzheimer, Ikuti 4 Tips Berikut Ini
Degenerasi ini memengaruhi sifat spesifik neuron, yang disebut “plastisitas sinaptik,” yang merupakan kemampuan sinapsis (tempat pertukaran sinyal antar neuron) untuk beradaptasi dengan peningkatan atau penurunan aktivitas pensinyalan dari waktu ke waktu.
Baca Juga: Berubah Jadi Zona Kuning, Pembukaan Belajar Tatap Muka di Kota Sukabumi Terancam Batal
Padahal, plastisitas sinaptik sangat penting untuk pengembangan fungsi belajar dan kognitif di hippocampus.
Mengenai perawatan alzheimer, tim ilmuwan dari Jepang yang dipimpin oleh Profesor Akiyoshi Saitoh dari Tokyo University of Science, telah mengamati oksitosin.
“Oksitosin baru-baru ini ditemukan terlibat dalam mengatur pembelajaran dan kinerja memori, tetapi sejauh ini, tidak ada penelitian sebelumnya yang membahas efek oksitosin terhadap gangguan kognitif yang diinduksi oleh Ab,” kata Prof Saitoh.
Menyadari hal ini, kelompok Prof Saitoh berusaha menghubungkan titik-titik tersebut.
Menurutnya, hormon cinta oksitosin memiliki kekuatan untuk meningkatkan kemampuan pensinyalan. Dia juga menyarankan bahwa oksitosin dapat membalikkan kerusakan plastisitas sinaptik yang disebabkan oleh Ab.
Oksitosin dikenal untuk memfasilitasi aktivitas kimia seluler tertentu yang penting dalam memperkuat potensi pensinyalan neuron dan pembentukan ingatan, seperti masuknya ion kalsium. Penelitian sebelumnya menduga bahwa Ab menekan beberapa aktivitas kimia ini.
Baca Juga: Kurangi Konsumsi Daging Steak Karena Bisa Sebabkan Alzheimer
Ketika para ilmuwan secara artifisial memblokir aktivitas kimia ini, mereka menemukan bahwa penambahan adisi oksitosin pada irisan hippocampal tidak membalikkan kerusakan plastisitas sinaptik yang disebabkan oleh Ab.
Oksitosin sendiri tidak memiliki efek pada plastisitas sinaptik di hippocampus, tetapi entah bagaimana mampu membalikkan efek buruk Ab.
"Ini adalah studi pertama di dunia yang menunjukkan bahwa oksitosin dapat membalikkan gangguan yang disebabkan oleh Ab pada hippocampus tikus." ujar Prof Saitoh berkata.
Baca Juga: 6 Manfaat Mengejutkan yang Dapat Menyehatkan Tubuh Ini Bisa Didapat Dari Kebiasaan Membaca
Ini hanya langkah pertama dan penelitian lebih lanjut masih harus dilakukan secara in vivo pada model hewan dan kemudian manusia sebelum pengetahuan yang cukup dapat dikumpulkan untuk memposisikan oksitosin menjadi obat untuk alzheimer.
“Saat ini, tidak ada obat yang cukup memuaskan untuk mengobati demensia, dan terapi baru dengan mekanisme aksi yang baru diinginkan."
"Studi kami mengemukakan kemungkinan menarik bahwa oksitosin bisa menjadi modalitas terapi baru untuk pengobatan kehilangan memori yang terkait dengan gangguan kognitif seperti penyakit alzheimer."
Baca Juga: Siapa Sangka, Menyusui Mengurangi Resiko Alzheimer di Kalangan Wanita
"Kami berharap bahwa temuan kami akan membuka jalur baru untuk penciptaan obat baru untuk pengobatan demensia yang disebabkan oleh penyakit alzheimer, ”pungkasnya.(*)
#berantasstunting #hadapicorona
Source | : | journals.elsevier.com,Alzheimer Association |
Penulis | : | Levi Larassaty |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar