GridHEALTH.id - Belakangan ini banyak pasien positif virus corona (Covid-19) yang mengeluh mengalami kehilangan kemampuan mencium bau atau anosmia.
Kondisi ini pun diakui secara resmi oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) pada bulan April sebagai salah satu efek samping dari infeksi virus corona.
Bahkan dalam laporannya tak sedikit pasien Covid-19 yang kehilangan indera penciuman dalam waktu yang lama, pun begitu setelah dinyatakan sembuh sekali pun.
Tentu gejala ini akan sangat memengaruhi kualitas hidup dan mengganggu pekerjaan para pasien tersebut.
Menanggapi masalah ini, sebuah badan amal di Inggris yang fokus melakukan terapi untuk anosmia, AbScent menawarkan terapi bagi para pasien yang kehilangan penciuman.
Baca Juga: Pemkot Jakarta Pusat Sebar Peti Mati, Untuk Tekan Laju Covid-19 di Ibu Kota
Baca Juga: Beton Nangka Anti Aging Alami Lawan Penuaan, Hilangkan Keriput juga Melebatkan Rambut
"Saat ini, ada tiga kali lipat orang yang melakukan terapi bau dibanding sebelum Covid-19 muncul," kata Chrissi Kelly, pendiri AbScent dilansir IFL Science, Senin (20/7/2020).
Kelly mengatakan, organisasinya mulai terhubung dengan lebih banyak orang sejak bulan Maret.
"Saya pertama kali dihubungi lewat media sosial pada bulan Maret. Pertama dari Iran, kemudian Italia, dan Spanyol. Sekarang kami memiliki lebih dari 7.000 anggota dalam kelompok (Facebook) kami," ungkapnya.
Terapi bau pada dasarnya adalah bentuk fisioterapi untuk indera penciuman.
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan sensitivitas saraf di hidung sehingga dapat merespons rangsangan bau dengan lebih baik.
Kelly menerangkan, terapi bau yang dilakukan memanfaatkan sejumlah aroma berbeda dari minyak atsiri seperti mawar, lemon, cengkeh, dan kayu putih.
Baca Juga: 4 Penyebab Banyaknya Pasien Positif Covid-19 Tanpa Gejala Diungkap Peneliti
Aroma itu diendus pasien selama 20 detik setiap dua kali sehari hingga minimum empat bulan.
Minyak atsiri dapat diganti dengan zat beraroma kuat lain yang mungkin kita miliki di rumah seperti kopi, rempah-rempah, dll. Kelly mengatakan, kuncinya adalah melatih indera penciuman.
Seseorang yang kehilangan kemampuan mencium bau akan memengaruhi suasana hatinya.
Hal ini membuat penderita anosmia seperti terisolasi dan kurang bisa menikmati beberapa kesenangan hidup sederhana seperti aroma makanan atau menikmati aroma tanah usai hujan.
Baca Juga: Menghindari Efek Samping Obat, Panduan Ini yang Harus Dilakukan
Bagi sebagian orang yang bekerja mengandalkan penciuman, hal ini akan membuat mereka kesulitan bekerja.
Berita baiknya, anosmia yang berkepanjangan karena Covid-19 hanya dialami sebagian kecil kasus.
Menurut sebuah penelitian di Italia, 90 % orang yang terkena anosmia, kemampuan penciumannya kembali dalam waktu sebulan.
Diperkirakan hilangnya penciuman yang tiba-tiba terkait dengan sesuatu yang disebut sindrom sumbing, yaitu ketika peradangan di saluran hidung menghalangi akses ke area hidung yang sensitif terhadap penciuman.
Setelah peradangan sembuh, indera penciuman biasanya kembali cukup cepat, dalam waktu sekitar dua minggu.
Namun bagi yang lain, peradangan dapat meninggalkan kerusakan pada saraf dan jaringan.
Dan terapi bau dapat membantu pasien dalam memberikan stimulus yang mendorong regenerasi saraf.
"Untuk pasien-pasien ini peluangnya bagus," Kelly menjelaskan.
"Kita dapat melakukan hal-hal menakjubkan dengan indera penciuman kita, entah kitaa orang sehat atau orang yang baru sembuh dari Covid-19."(*)
Baca Juga: Layaknya Perokok, Pengguna Rokok Elektrik 5 Kali Lebih Rentan Terpapar Virus Corona
#berantasstunting
#hadapicorona
Source | : | Kompas.com,IFL Science |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar