Ahmad juga menilai pemaparan di evaluasi hasil hanya dijelaskan dengan kalimat yang sangat sederhana.
"Relatif aman diberikan dengan mengevaluasi hasil pemeriksaan klinis, fungsi liver, fungsi ginjal, dan ECG," tulis paparan hasil uji obat Covid-19 Unair yang dimuat di laman tniad.mil.id.
Padahal menurut Ahmad, evaluasi suatu penelitian semestinya dipaparkan serinci mungkin, terlebih jika sudah ditayangkan untuk umum.
Misalnya, tiap kelompok sembuh di hari keempat, kelima, atau keenam.
Kemudian juga tidak dirinci kembali gejala klinis yang dialami pasien seperti apa.
Baca Juga: Kebijakan Pemerintah Tangani Covid-19 Menurut Erick Thohir Sudah Tepat, 'Enggak Usah Berdebat Lagi'
Ia menganggap obat Covid-19 temuan Unair ini terkesan too good to be thrue alias terlalu bagus untuk jadi kenyataan.
"Padahal kalau kita belajar dari Inggris saat meneliti obat dexamethasone, disebutkan (obat) itu hanya memberikan benefit pada pasien gejala berat dan tidak memberikan benefit pada pasien (Covid-19) dengan gejala ringan," ungkap Ahmad dikutip dari Kompas.com, Minggu (16/8/2020).
Ahmad menilai ketika penelitian tidak ditulis secara spesifik dan khasiat yang dirasakan pasien belum jelas, maka ia menganggap hasil penelitian akan sama dengan klaim obat yang marak sebelumnya.
"Ketika penelitian enggak serinci itu, apa bedanya dengan temuan obat Hadi Pranoto," tegas Ahmad.
Source | : | Kompas.com,covid19.go.id |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar