Selain itu, pada bagian hasil PCR juga penelitian obat Covid-19 Unair juga disebut Ahmad tidak lazim.
Ini karena data tersebut menggunakan Chi Square, yakni angka statistik yang tidak digunakan secara umum.
"Umumnya, studi fase III di awal metode (peneliti) akan mengatakan, kami menggunakan metode statistik A untuk menghitung perbedaan antara tanpa terapi dan dengan terapi. Nah, ini tidak disebutkan. Mereka (tim Unair), ujug-ujug menyebutkan Chi Square," katanya.
"Kemudian semua kelompok negatif kecuali kelompok SoC, ini hampir too good to be true. Di sini ada pemberian hidroksiklorokuin, yang enggak ada manfaat sebenarnya," imbuhnya.
"Ini menarik sebenarnya, kalau mereka katakan dari awal pasiennya orang muda semua. Jadi kalau kita boleh berspekulasi, mungkin memang ditemukan obat ini, tapi untuk pasien yang muda."
"It's oke tidak semua data ditampilkan. Tetapi, minimal yang ditampilkan meaningful, artinya scientist yang tidak terlibat langsung dapat memberikan komentar," ungkapnya.
Ketika data yang ditampilkan tidak lengkap, peneliti lain pun menjadi susah menafsirkannya.
"Jadi saran saya, harusnya tim Unair mengkaji datanya sebelum dipublikasi ke publik. Dan publik kan isinya enggak cuma orang awam, ada juga ilmuwan. Dan ilmuwan Indonesia juga banyak yang mendapat training uji klinis," kata Ahmad.
Source | : | Kompas.com,covid19.go.id |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar