GridHEALTH.id - Rusia diketahui menjadi negara pertama di dunia yang mengklaim telah meciptakan vaksin virus corona (Covid-19).
Vaksin yang diumumkan langsung oleh Vladimir Putin tersebut diketahui diberi nama Sputnik V.
Tak lama, China pun ikut mengumumkan vaksin Covid-19 ciptaan CanSino Biologics. Bahkan vaksin CanSino Biologics ini telah diberikan hak paten oleh pemerintah setempat.
Pengumuman vaksin Covid-19 ini tentu menjadi kabar baik bagi seluruh dunia yang kini dilanda pandemi Covid-19.
Namun belakangan sejumlah ilmuwan menilai vaksin Covid-19 yang dikembangkan di Rusia dan China memiliki sejumlah potensi kelemahan besar.
Menurut mereka vaksin tersebut didasarkan pada virus flu biasa yang telah terpapar banyak orang, sehingga berpotensi membatasi keefektifannya.
Dilansir Reuters dari laporan Wall Street Journal, vaksin CanSino Biologics, yang penggunaannya disetujui untuk militer China, adalah bentuk modifikasi dari adenovirus tipe 5, atau Ad5 yang masih belum mendapatkan persetujuan darurat di beberapa negara sebelum menyelesaikan uji coba skala besar.
Sementara itu, vaksin yang dikembangkan oleh Institut Gamaleya Moskow, yang disetujui di Rusia pada awal bulan ini, juga didasarkan pada Ad5 dan adenovirus kedua yang kurang umum.
“Saya mengkhawatirkan Ad5 karena banyak orang memiliki kekebalan,” kata Anna Durbin, peneliti vaksin di Universitas Johns Hopkins kepada Reuters.
Baca Juga: Ternyata Hanya 130 Juta Orang yang Akan Mendapatkan Vaksin Covid-19 Dari Sinovac di Indonesia
"Saya tidak yakin apa strategi mereka ... mungkin tidak akan memiliki kemanjuran 70%. Mungkin memiliki kemanjuran 40%, dan itu lebih baik daripada tidak sama sekali, sampai sesuatu yang lain muncul," lanjutnya.
Para peneliti telah bereksperimen dengan vaksin berbasis Ad5 untuk melawan berbagai infeksi selama beberapa dekade, tetapi tidak ada yang digunakan secara luas.
Mereka menggunakan virus yang tidak berbahaya sebagai "vektor" untuk membawa gen dari virus yang menjadi target (dalam hal ini virus corona baru) ke dalam sel manusia, untuk kemudian mendorong respons kekebalan saat melawan virus yang sebenarnya.
Baca Juga: Waduh, Bisa Berteman Dengan Mantan Ternyata Malah Tanda Psikopat
Tetapi banyak orang sudah memiliki antibodi terhadap Ad5, yang dapat menyebabkan sistem kekebalan menyerang vektor alih-alih merespons virus corona, sehingga membuat vaksin ini dinilai kurang efektif.
Bahkan beberapa ilmuwan juga khawatir vaksin berbasis Ad5 ini dapat meningkatkan kemungkinan tertular HIV.
Dalam uji coba vaksin HIV tahun 2004, orang dengan kekebalan yang sudah ada sebelumnya menjadi semakin rentan terhadap virus penyebab AIDS.
Para peneliti, termasuk ahli penyakit menular terkemuka di AS, Dr. Anthony Fauci, dalam sebuah makalah tahun 2015, mengatakan bahwa efek samping tersebut mungkin unik pada vaksin HIV.
Tetapi mereka memperingatkan bahwa kejadian HIV harus dipantau selama dan setelah uji coba semua vaksin berbasis Ad5 pada populasi berisiko.
Baca Juga: Mutasi Corona D614G Ditemukan Menyebar di Surabaya, Disebut 10 Kali Lebih Menular
“Saya akan khawatir tentang penggunaan vaksin tersebut di negara mana pun atau populasi mana pun yang berisiko terhadap HIV, dan saya menempatkan negara kami sebagai salah satunya,” kata Dr. Larry Corey, salah satu pemimpin Pencegahan Vaksin Virus Corona AS. Network, yang merupakan peneliti utama dalam uji coba vaksin tersebut.
Vaksin Gamaleya akan diberikan dalam dua dosis: yang pertama berdasarkan Ad26, mirip dengan kandidat J&J, dan yang kedua berdasarkan Ad5.
Baca Juga: Merasa Sehat dan Abai Minum Obat Jadi Pemicu Tingginya Kematian Pasien Hipertensi di Indonesia
Alexander Gintsburg, direktur Gamaleya, mengatakan pendekatan dua vektor mengatasi masalah kekebalan. Ertl mengatakan itu mungkin bekerja cukup baik pada individu yang telah terpapar salah satu dari dua adenovirus.
Banyak ahli menyatakan skeptis tentang vaksin Rusia setelah pemerintah menyatakan niatnya untuk memberikannya kepada kelompok berisiko tinggi pada Oktober tanpa data dari uji coba besar yang penting.
“Menunjukkan keamanan dan kemanjuran vaksin sangat penting,” kata Dr. Dan Barouch, peneliti vaksin Harvard yang membantu merancang vaksin Covid-19 J&J. Seringkali, ia mencatat, uji coba skala besar tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan.(*)
Baca Juga: Program ASA DARA, Dukungan Nyata Bagi Penyintas Kanker Payudara
#berantasstunting #hadapicorona
Source | : | Reuters,Kontan.co.id |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar