GridHEALTH.id - Seiring berkembangnya pandemi, happy hypoxia disebut-sebut sebagai salah satu gejala mematikan dari infeksi virus corona (Covid-19).
Diketahui menurut Mayo Clinic happy hypoxia adalah kondisi dimana kadar oksigen di dalam jaringan tubuh menurun drastis namun tidak diikuti dengan gejala atau keluhan yang dirasakan penderitanya.
Akibatnya korban bisa mengalami kematian mendadak karena akumulasi kegagalan organ akibat rendahnya kadar oksigen yang tidak disadari sebelumnya.
Tak heran, happy hypoxia ini menjadi salah satu penyebab paling banyak merenggut pasien positif Covid-19 tanpa gejala alias orang tanpa gejala (OTG).
Diketahui tidak semua pasien Covid-19 mengalami gejala sesak napas atau sulit bernapas.
Namun saat diukur tekanan oksigen dalam darahnya sudah terjadi hipoksemia, atau kekurangan oksigen dalam darah.
Baca Juga: Warga Dimasukan ke Ambulan Berisi Keranda Mayat Karena Tak Pakai Masker, Warga Parung Bogor Kapok
Baca Juga: Manusia yang Tidak Mentaati Protokol Kesehatan Covid-19, dia Sosiopat!
Kendati membahayakan, Ketua Umum Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto mengatakan bahwa happy hypoxia sebenarnya bisa dicegah dengan melakukan deteksi dini.
Agus berkata, kasus happy hypoxia atau silent hypoxia pada pasien Covid-19 di Indonesia sudah terjadi sejak awal ditemukannya kasus infeksi virus SARS-CoV-2.
Hanya saja, kata Agus, kejadian ini tidak terekspos karena bagian pemeriksaan darah menunjukkan oksigen pasien tersebut rendah atau di bawah normal dengan saturasi di bawah 94.
"Tapi pasiennya duduk-duduk, bisa baca majalah. Ditanya ada keluhannya? Ya itu tidak ada. Ya itu kita sudah temukan sejak kasus Covid-19 ini ada," cerita Agus.
Agus menuturkan dugaan sementara penyebab terjadinya silent hipoksemia atau happy hipoksia terjadi pada pasien Covid-19 adalah pengaruh dari virus itu sendiri.
"Jadi sementara ini, disinyalir virus SARS-CoV-2 ini mengganggu reseptor yang ada di dalam mekanisme saraf tersebut," kata Agus.
Baca Juga: Update Covid-19; 6 September Pasien Sembuh 138.575, Kasus Positif Bertambah 2.174
Berbeda dengan pemeriksaan pneumonia (radang paru) dan nodul di paru lainnya, yang harus diperiksa di rumah sakit atau fasyankes.
Deteksi dini atau pemeriksaan kadar oksigen bisa dilakukan di fasilitas layanan kesehatan, dan juga dilakukan secara mandiri sendiri.
Dijelaskan Agus, hipoksemia dapat diukur dengan cara sederhana yaitu lewat pemeriksaan oksimetri.
Oksimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar oksigen di dalam darah tubuh (pemeriksaan oksimetri) lewat ujung jari tangan.
Alat tersebut cukup ditempelkan dengan jari tangan dan dinyalakan pemeriksaannya.
Baca Juga: 7 Cara Mudah Mengenali Bakat Anak Bantu Tumbuh Kembang Optimal
Secara otomatis akan keluar saturasi kadar oksigen di dalam darah kita.
Jika hasil saturasinya menujukkan angka 95 ke atas, maka tidak ada hipoksemia.
Sebaliknya jika saturasinya menunjukkan angka 94 atau di bawahnya, maka terjadi hipoksemia atau kekurangan kadar oksigen di dalam darah tubuh.
Baca Juga: Hanya Berikan Efek Kekebalan selama 6 Bulan, Peneliti: Jangan Terlalu Berharap pada Vaksin Covid-19
Cara sederhana ini, kata Agus, bisa berlaku untuk orang yang sehat, maupun pasien terinfeksi positif Covid-19 yang tidak memiliki gejala.
"Tapi kalau untuk melihat ada pneumonia atau tidak, itu harus melalui pemeriksaan medis," jelas dia.(*)
#berantasstunting
#hadapicorona
Source | : | Kompas.com,Mayo Clinic |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar