Penulis penelitian menekankan beberapa keterbatasan dalam studi ini di antaranya, pasien termasuk juga mereka yang memiliki rekam jejal kadar vitamin D 25 (OH).
"Beberapa faktor perancu seperti, merokok dan status sosial ekonomi tidak dicatat untuk semua pasien dan dapat berdampak keparahan infeksi Covid-19. Selain itu, tes RT-PCR tidak dilakukan ke semua pasien dengan gejala klinis Covid-19," tambah dia lagi.
Metode penelitian menggunakan teknik cross-sectional, dan karena itu penulis tidak menjelaskan hubungan sebab dan akibat dari kecukupan vitamin D dengan penurunan risiko keparahan infeksi Covid-19. Untuk mempelajari sebab-akibat, perlu ada penelitian skala besar dan uji klinis acat (RCT).
Holick menerbitkan studi terpisah baru-baru ini yang menemukan bahwa tingkat vitamin D yang cukup dapat mengurangi risiko tertular Covid-19 antara 19 hingga 54%.
Ia juga meyakini, kadar vitamin D yang cukup dapat membantu menangkal virus lain yang menyebabkan penyakit saluran pernapasan, termasuk influenza.
"Karena kekurangan vitamin D ataupun ketakcukupan vitamin D begitu marak terjadi pada anak-anak dan orang dewasa di Amerika Serikat dan di seluruh dunia, terutama pada musim dingin.
Baca Juga: Tak Bisa Tidur Kalau Tidak Memeluk Guling? Kebiasaan Ini Malah Sehat, Lo!
Baca Juga: Cuci Tangan Lebih Baik, Ini Akibat Keseringan Pakai Hand Sanitizer
Maka sebaiknya, setiap orang mengonsumsi suplemen vitamin D untuk mengurangi risiko terinfeksi dan mengalami komplikasi akibat Covid-19," ia menyarankan.
Source | : | CNN,WebMD,Health Line,Kompas Health |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar