Kemudian, para peneliti melakukan percobaan pada tikus jantan. Satu kelompok tikus diberikan makanan tinggi gula tambahan dan kelompok lainnya diberikan makanan tinggi lemak selama enam minggu.
Para peneliti lalu menghitung sel-sel lemak (adiposit) dan menggunakan elektromiografi untuk menilai neurotransmisi muskuloskeletal, respons dari saraf otot.
Tikus yang telah mengonsumsi makanan tinggi gula menunjukkan lebih banyak adiposit di jaringan otot, tetapi hal yang sama tidak berlaku untuk makanan tinggi lemak.
Baca Juga: Ada Pilkada dan Libur Panjang, Pakar Epidemiologi; 'Covid-19 Bisa Meledak di Desember'
Meski begitu, kedua kelompok menunjukkan peningkatan transmisi neuromuskuler yang berlangsung selama beberapa minggu setelah percobaan dihentikan.
Studi tersebut akhirnya menyimpulkan, mengonsumsi makanan tinggi kalori, baik dari lemak maupun gula selama enam minggu meningkatkan neurotransmisi yang mengarah pada perkembangan nyeri otot.
Setelah periode ini, tikus dengan cepat mendapatkan kembali berat badan normalnya meskipun parameter neurotransmisi tetap tinggi selama beberapa minggu.(*)
View this post on Instagram
#berantasstunting
#hadapicorona
#BijakGGL
Source | : | Kompas.com,Worldometers.info |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar