GridHEALTH.id - Sering terbangun tengah malam untuk kencing dan kemudian kencing lagi setelah tidur kembali jadi tanda seseorang mengalami gangguan nokturia.
Berdasarkan studi prevalensi dan faktor risiko nokturia di Indonesia yang melibatkan 1555 subyek dari 7 kota di Indonesia menunjukkan prevalensi nokturia sebesar 61,4%.
Dimana dari total prevalensi nokturia tersebut 61,4% dilaporkan pada pria dan 38.6% pada wanita.
Rata-rata usia pada penelitian tersebut adalah 57 (18-92) tahun dan nokturia didapatkan terbanyak pada kelompok umur 55-65 tahun.
Angka tersebut menunjukan bahwa angka penderita nokturia di Indonesia cukup tinggi.
Hal itu dipaparkan langsung olrh dr. Harrina Erlianti Rahardjo, SpU (K), PhD, selaku Ketua Indonesian Society of Female and Functional Urology (INASFFU), saat jadi pembicara di Virtual Press Conference yang bertajuk "Jangan Diamkan Nokturia dan Nokturnal Enuresis", Jumat (18/12/2020).
“Nokturia didefinisikan sebagai berapa kali seseorang berkemih dalam periode tidur utamanya, saat seseorang terbangun dari tidurnya untuk berkemih pertama kali dan setiap berkemih selanjutnya harus diikuti tidur atau keinginan untuk tidur," jelas dr. Harrina.
Baca Juga: Jangan Sampai Terlewat, Ini Jadwal Lengkap Imunisasi Dasar dan Lanjutan Untuk Anak
Baca Juga: Penyintas Kanker Payudara Perlu Tetap Aktif Bekerja, Ini Alasannya
Menurutnya nokturia kini menjadi gangguan yang tidak bisa dianggap sepele.
Sebab mereka yang mengalami nokturia akan lebih sering terbangun di malam hari untuk berkemih sehingga membuat kualitas hidupnya terganggu.
Hal ini dikarenakan nokturia akan menyebabkan penderitanya kurang tidur.
Diketahui orang yang kurang tidur cenderung lebih mudah terkena penyakit seperti diabetes, obesitas, stroke, tekanan darah tinggi, kanker, serta dapat menyebabkan kesehatan mental hingga kecemasan.
Ada beberapa macam penyebab seseorang mengalami kondisi nokturia.
Gaya hidup yang kurang sehat hingga gangguan kesehatan lainnya menyebabkan seseorang mengalami kondisi nokturia.
Kondisi kesehatan yang dapat menyebabkan nokturia meliputi: gangguan saluran kemih bagian bawah, gangguan ginjal, gangguan hormonal, gangguan tidur, dan pengaruh obat-obatan.
Baca Juga: Positif Covid-19, Pevita Pearce Diberikan Obat Antidiare, Apa Hubungannya?
Sementara itu, seseorang dapat didiagnosis menderita nokturia apabila mengalami gejala :
- Buang air kecil lebih dari sekali pada malam hari yang diikuti tidur.
- Buang air kecil dengan volume lebih banyak (jika terdapat poliuria).
- Lemas dan kurang tidur akibat berkemih malam hari yang menganggu siklus tidur.
Untuk teknik atau metode pengobatan nokturia sendiri tentunya harus disesuaikan dengan penyebab yang mendasarinya.
Contoh, jika nokturia disebabkan oleh penyakit diabetes, maka cara mengobati nokturia tentunya dengan menyembuhkan diabetes itu sendiri (mengontrol gula darah).
Selain itu, penggunaan obat-obatan tertentu seperti desmopresin juga disebut bisa membantu meredakan gejala nokturia yang dialami.
Baca Juga: Pemberian Vaksin Covid-19 Baru Dimulai Tahun Depan, Kapan Indonesia Mencapai Herd Immunity?
Intervensi gaya hidup yang benar juga menjadi cara alami untuk mengobati nokturia, yakni:
1. Latihan kandung kemih dan otot dasar panggul untuk disfungsi kandung kemih dan prostat.
2. Restriksi garam, protein dan kalori serta pencegahan terhadap obesitas dan diabetes.
3. Membatasi asupan cairan di sore dan malam hari (terutama antara makan malam dan waktu tidur) serta membatasi asupan yang mengandung alkohol dan kafein.
Baca Juga: Tak Perlu ke Rumah Sakit, Ini 6 Cara Sembuh dari Covid-19 Hanya dengan Isolasi Mandiri di Rumah
4. Penyesuaian waktu konsumsi obat diuretik kerja pendek menjadi siang hari.
5. Meninggikan ekstremitas bawah setelah makan sampai waktu tidur dan menggunakan stoking kompresi untuk mengurangi edema perifer.
6. Diet dengan kalori seimbang.
7. Terapi kondisi dasar yang menyebabkan nokturia.(*)
View this post on Instagram
#berantasstunting
#hadapicorona
#BijakGGL
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Anjar Saputra |
Komentar