GridHEALTH.id - Program vaksinasi Covid-19 di Indoensia, pada tahap pertama didapati kenyataan ada dokter yang meninggal di Palembang.
Dokter tersebut berinisial JF (49).
Dokter tersebut salah satu tenaga kesehatan yang mendapat vaksinasi Covid-19 program pemerintah.
Yang mana vaksinnya dari Sinovac, china.
Hasil otopsi terhadap jenazah almarhum didapati kenyataan, sang dokter kekurangan oksigen.
Baca Juga: Dokter-dokter di Wuhan Jujur Akui Diperintahkan China Berbohong Soal Awal Terjadinya Covid-19
Dari hasil pemeriksaan fisik, dokter forensik menjelaskan menemukan bintik merah pendarahan karena kekurangan oksigen.
Bintik merah tersebut ditemukan di area mata, wajah, tangan, dan dada.
Tapi kesimpulan dokter JF meninggal bukan karena vaksin Covid-19 Siniovac.
Baca Juga: Bupati Sleman Positif Covid-19 Usai Disuntik Vaksin Sinovac, Dokter Tirta; 'Kok Bisa?'
Dokter JF diduga meninggal karena masalah atau sakit jantung.
"Diduga sakit jantung, bukan karena vaksin. Memang sehari sebelumnya korban ini sempat disuntik vaksin," kata dokter forensik RS M Hasan Bhayangkara Palembang, Indra Nasution melalui telepon, Sabtu (23/1/2021), seperti dilansir dari nakita.id (24 Januari 2021) yang mengutip TribunWOW.
Indra Nasution menegaskan bahwa penyuntikan vaksin Covid-19 dan kematian JF sama sekali tidak ada hubungannya.
"Korban divaksin Kamis, meninggal diperkirakan Jumat. Kalau disuntik, pasti reaksinya lebih cepat. Kalau menurut saya, ini bukan karena vaksin, tapi jantung," jelasnya.
Baca Juga: Waspada Banyak Obat, Suplemen, juga Alat Kesehatan Untuk Mengatasi Covid-19 Palsu
Dalam bahasa sederhana, jika dokter JF meninggal karena vaksin Covid-19 Sinovac yang didapatkannya alias KIPI vaksin, maka dampak atau kejadiannya akan lebih cepat dari yang dialami almarhum.
Untuk diketahui, Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), melansir vaccine-safety-training.org, adalah setiap kejadian medis yang tidak diinginkan, terjadi setelah pemberian imunisasi, dan belum tentu memiliki hubungan kausalitas dengan vaksin.
Gejala KIPI bisa berupa gejala ringan yang dirasakan tidak nyaman atau berupa kelainan hasil pemeriksaan laboratorium.
Baca Juga: Bintitan Disebabkan Kutu Babi, Membawa Virus Penyebab Demam Berdarah
KIPI dikelompokkan dalam 5 kategori :
* Reaksi yang terkait produk vaksin
* Reaksi yang terkait dengan cacat mutu vaksin
* Reaksi terkait kekeliruan prosedur imunisasi
Baca Juga: Tingkat Bunuh Diri di Jepang Naik Lagi Akibat Pandemi Virus Corona
* Reaksi kecemasan terkait imunisasi
* Kejadian Koinsiden
Ada juga yang disebut KIPI serius. Nah, KIPI disebut Serius apabila:
* Berakibat kematian.
* Mengancam jiwa.
Baca Juga: Lakukan 5 Cara Ini Saat Hamil, Niscaya Ibu Akan Lahirkan Anak Cerdas
Memerlukan perawatan di rumah sakit atau perpanjangan masa perawatan di rumah sakit.
Menyebabkan kecacatan/inkapasitas menetap atau bermakna.
* Menyebabkan kelainan kongenital/cacat lahir atau,
* Memerlukan tindakan intervensi untuk mencegah hendaya (impairment) / kerusakan menetap.
Sedangkan KIPI kejadian berat, istilah berat ini dipakai untuk menunjukkan derajat keparahan suatu kejadian (seperti ringan, sedang, berat).
Nnamun kejadian tersebut dapat merupakan peristiwa medis minor, (misalnya demam adalah reaksi medis minor, namun derajat keparahannya dapat di golongkan demam ringan atau sedang).
Kronologi Meninggalnya Dokter JF di Palembang
Baca Juga: Konsumsi Buncis, Malam Hari Tidur Jadi Nyenyak, 3 Makanan Ini pun Berikan Manfaat yang Sama
Diketahui, Jumat (22/1/2021), JF didapatkan wafat di dalam mobilnya yang terparkir di minimarket Jalan Sultan Mansyur, Kelurahan Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang, Sumatera Selatan.
Jenazah dokter oleh petugas Polisu dibawa ke RS Bhayangkara Palembang.
Di sana dilakukan visum.
Baca Juga: 4 Manfaat Kesehatan yang Didapat Jika Mengunyah Makanan dengan Benar
Dari infiormasi yang didapat, dokter JF mengikuti vaksinasi Covid-19 sehari sebelum ditemukan tewas.(*)
View this post on Instagram
#berantasstunting
#HadapiCorona
#BijakGGL
Source | : | TribunWow,Nakita,Vaccine-safety-training.org |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar