GridHEALTH.id - Vaksin Nusantara besutan mantan Menkes Terawan Agus Putranto kembali menuai sorotan di tanah air.
Hal ini terjadi lantaran uji klinis vaksin yang ditujukan untuk virus corona (Covid-19) tersebut tetap dilanjutkan meski tanpa persetujuan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan).
Baca Juga: Aburizal Bakrie Jadi Relawan dan Sudah Disuntik Vaksin Nusantara dr Terawan, Jubir Beri Penjelasan
Bahkan tak main-main, relawan yang kabarnya akan mengikuti uji klinis vaksin Nusantara ini adalah sejumlah pejabat dan beberapa anggota Komisi IX DPR RI.
Tak ingin polemik ini semakin melebar, Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 pun akhirnya memberi teguran perihal uji klinis vaksin Nusantara.
Pemerintah lewat Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, pengembangan vaksin harus dilakukan sesuai dengan kaidah ilmiah dan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Dalam berbagai pengembangan vaksin di Indonesia termasuk vaksin Nusantara, harus mengikuti kaidah-kaidah ilmiah yang sudah diakui dan sesuai standar WHO," kata Wiku dillansir dari Kompas.com (14/4/2021).
Baca Juga: Ruwetnya Mendapatkan SIKM, Jadi Alasan Jangan Mudik di Masa Pandemi
Wiku berujar pengembangan vaksin prinsipnya menjadi wewenang BPOM selaku otoritas resmi dan sebelum digunakan, pemerintah akan memastikan keamanan vaksin.
"Pada prinsipnya pemerintah akan memastikan efektivitas, keamanan, dan kelayakan dari setiap vaksin Covid-19 yang akan digunakan untuk program vaksinasi," ujarnya.
Meski demikian, Wiku mengaku Satgas Covid-19 tak berencana untuk mengintervensi pengembangan vaksin Nusantara meski kini jadi polemik.
"Sebab hal tersebut adalah wewenang dari otoritas regulatori obat yaitu BPOM di Indonesia," ungkapnya.
Baca Juga: Komentar Dokter Tirta Soal Vaksin Nusantara, 'Lebih Baik Disetop, Borosin Uang'
Diketahui sebelumnya, DPR menjadi salah satu pihak yang mendesak agar pengembangan vaksin tersebut tetap dilanjutkan.
Terbaru, uji klinis fase kedua vaksin Nusantara dikabarkan tetap dilanjutkan meski tanpa persetujuan BPOM.
Bahkan Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena, mengatakan sejumlah anggota Komisi IX DPR pun sudah dijadwalkan menerima vaksin Nusantara di RSPAD Gatot Soebroto pada Rabu (14/4/2021) kemarin.
"Bukan hanya sekadar jadi relawan ya, orang kan pasti mempunyai keinginan untuk sehat kan. Kalau untuk massal kan nanti prosesnya di BPOM tapi kalau per orang kan bisa menentukan yang diyakini benar untuk dia," kata Melki.
Sementara disisi lain, Epidemiolog Universitas Griffith, Brisbane, Australia, Dicky Budiman menkritik langkah yang diambil DPR RI tersebut.
Menurutnya jika tidak disertai bukti ilmiah vaksin itu sangat berbahaya.
“Apalagi vaksin (nusantara) dendritik yang belum memiliki bukti atau evidence ilmiah terkait peran vaksin seperti ini untuk penyakit menular,” tuturnya dikutip dari tribunnews.com (11/4/2021).
Baca Juga: Setelah Riset Vaksin Nusantara Terawan Distop, DPR Keukeuh Minta Dilanjutkan Karena Satu Hal Ini
Dicky menilai apabila Vaksin Nusantara dipaksakan justru akan berisiko besar, baik materil maupun kesehatan.
“Jika dipaksakan, selain ini tidak visible tentu akan makan ongkos besar, beresiko besar juga,” kata dia.
"Selain tidak feasible, manfaat kesehatan masyarakat dari penggunaan vaksin tersebut belum tentu ada. Ini namanya tidak efisien dan efektif,” ujar Dicky.
Mnurut Dicky pengembangan Vaksin Nusantara tidak bisa dipaksakan.
“Tidak boleh ada intervensi politik, karena kontraproduktif dengan vaksinasi yang ada,” tuturnya.(*)
View this post on Instagram
#berantasstunting
#hadapicorona
#BijakGGL
Source | : | Tribunnews.com,Kompas.com |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar