GridHEALTH.id - Jika hormon, diet, dan gesekan atau kelembapan dari masker wajah bukan penyebabnya, perubahan iklim bisa menjadi penyebab timbulnya jerawat, demikian studi terbaru menyimpulkan.
Kita telah menyalahkan kebiasaan perawatan kulit atau kekurangannya, diet kaya produk susu yang penuh dengan makanan olahan dan hormon yang selalu berfluktuasi untuk jerawat dan saat kita mengira telah mengendalikan semuanya, datanglah mask-ne atau jerawat yang disebabkan pemakaian masker di musim pandemi Covid-19.
Kita mengganti masker setiap beberapa jam, menggunakan semprotan pelembab di bawahnya dan bahkan beralih ke masker wajah sutra tetapi jerawat tetap ada.
Beberapa ahli kulit berpikir mungkin ada penyebab baru di balik jerawat, yakni perubahan iklim.
Manusia tidak hanya berhasil mengacaukan seluruh keseimbangan planet, tetapi juga menyebabkan kulit mereka menderita dalam prosesnya.
Meskipun perubahan iklim mungkin tidak secara langsung menyebabkan berjerawat dan jerawat adalah penyakit kompleks yang dapat memiliki beberapa faktor penyebab, perubahan yang disebabkan oleh dunia yang memanas bisa jadi berperan dalam meningkatnya kasus, penelitian telah menunjukkan.
Baca Juga: 2 Cara Menghilangkan Jerawat Pada Pria, Gunakan Bahan Alami Ini
Baca Juga: Studi : Kandungan Molekul dalam Obat Asma Bisa Sembuhkan Covid-19
Ada yang bertanya bagaimana korelasi perubahan iklim dan jerawat? Para ahli mengatakan perubahan iklim memengaruhi kesehatan kulit kita dalam banyak hal.
Fakta bahwa hal itu menyebabkan kejadian cuaca buruk dan bencana alam membuat banyak tekanan pada kita, bermanifestasi di bawah kulit, untuk kemudian muncul menjadi jerawat yang mengganggu.
Lihat postingan ini di Instagram
Suhu yang meningkat, ditambah dengan polusi udara yang menyebar, dapat membuat kulit memproduksi lebih banyak sebum dan menyebabkan kelenjar sebaceous membesar.
Ini menciptakan tempat berkembang biak yang sempurna bagi bakteri dan jamur. Juga mempersulit pemeliharaan kebersihan pribadi dan lingkungan.
Sumber air yang menipis dan kekeringan yang parah juga mendorong para petani dan insinyur untuk memompa produksi dengan lebih banyak hormon pertumbuhan, kemungkinan berkontribusi pada lebih banyak lesi jerawat.
Dokter Spesialis Dermatologi Rita Rana Wagner dari Universitas Kedokteran John Hopkins mengatakan, jerawat yang dulunya banyak dijumpai pada remaja, kini telah menjadi penyakit yang tersebar luas di hampir setiap kelompok umur.
Menunjukkan bahwa lebih dari 50% wanita berusia 25 tahun ke atas menderita jerawat orang dewasa, Wagner mengatakan bahwa saat ini pria juga sering melihat bentuk jerawat di jenggot, kulit kepala, dan tubuh mereka.
Baca Juga: Diet Fruktosa Bisa Berbahaya, Hindari Makanan Ini Untuk Menjaga Sistem Kekebalan
Wagner menyebut, stres, zat hormonal dalam makanan, aditif plastik, bubuk protein yang digunakan sebagai suplemen olahraga, riasan tahan lama seperti alas bedak 24 jam, dan banyak bahan kimia seperti bisphenol A (BPA), yang dapat ditemukan di beberapa plastik.
Juga wadah makanan dan botol air, untuk mengganggu sistem endokrin dan flora usus.
Dia mengatakan banyak bahan kimia berbahaya yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari mengganggu dan menipu sistem endokrin kita dengan meniru aktivitas biologis.
"Zat-zat ini mengikat reseptor seluler (dan menyebabkan respons yang tidak beralasan), membuat tubuh berpikir bahwa mereka adalah hormon fisiologis normal," menyebabkan jaringan atau organ tidak berfungsi dengan baik.
“Flora kulit yang memburuk dan antibiotik yang diambil secara tidak sengaja melalui makanan menyebabkan bakteri di kulit kita berkembang biak dengan cepat dan menciptakan peradangan, sekaligus menjadi semakin resisten terhadap pengobatan (karena konsumsi antibiotik yang berlebihan),” kata Wagner.
Sebum yang lebih banyak dan lebih tebal kemudian dapat menyebabkan sumbatan lengket di pori-pori, yang menghentikan minyak alami kita mengalir keluar.
Dengan kelembapan yang juga terperangkap di bawah sel kulit karena panas dan kelembapan yang tinggi, sebum mulai menumpuk di bawah kulit, menyebabkan komedo putih, papula, atau pustula.
Baca Juga: Mengatasi Kram Menstruasi dengan Cara Rumahan yang Murah dan Praktis
Baca Juga: Tips Kesehatan Hari Ini, Cara Menghindari Radang Tenggorokan
"Sama seperti wastafel yang tersumbat, endapan sebum ini mulai meluas ke lapisan bawah kulit, menyebabkan peradangan dan jaringan parut."
Wagner mengatakan, jenis jerawat baru ini membandel dan sulit diobati serta cenderung kambuh saat pengobatan dihentikan.
Dengan gangguan pelindung kulit dan bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik, jerawat terus berkembang biak dan menjadi lebih meradang. Jenis jerawat ini cenderung ditandai dengan benjolan berisi nanah atau lesi kistik dan pustular, yang dapat memengaruhi kepercayaan diri dan psikologis orang di tempat kerja atau dalam kehidupan sehari-hari.
Dia mengatakan tindakan harus disesuaikan dengan masing-masing individu dan perawatan harus jangka panjang.
Baca Juga: Apakah Tekanan Darah Tinggi Bisa Disembuhkan? Ini Jawaban Dokter
Baca Juga: Cara Menghilangkan Komedo, Praktis Dengan Mentimun dan Air Mawar
Dokter kulit memperingatkan bahwa orang tidak boleh selalu mengikuti nasihat yang diberikan orang di media sosial atau internet, dan sebaliknya pergi ke spesialis untuk perawatan dan pengelolaan gejala yang tepat. (*)
#berantasstunting#hadapicorona #bijakGGL
Source | : | Reuters,WebMD,Mayo Clinic |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar