Kasus gancet bisa saja terjadi pada siapapun.
dr. Abi Noya menjelaskan dalam sebuah video, dikutip dari insulteng (8/9/2021), secara medis gancet adalah penis captivus, yakni keadaan ketika penis terjepit di dalam vagina saat berhubungan seks.
“Hal ini sebenarnya jarang terjadi, dan penyebabnya masih menuai pro dan kontra,” sebut dr. Abi Noya.
“Ada yang bilang kalau gancet merupakan karma sebelum berhubungan seks karena belum menikah, ada juga yang bilang karena berselingkuh,” sebutnya.
Namun dari beberapa kasus yang terjadi para ahli memberikan respon beragam.
“Fenomena ganjet juga umumnya dikaitkan dengan vaginismus, padahal berbeda. Vaginismus adalah kondisi ketika otot-otot disekitar vagina yang mengencang terlalu kuat sehingga penetrasi semakin sulit dilakukan,” tambah dr. Abi Noya.
“Sedangkan pada fenomena gancet, karena berkontraksi saat penis sudah penetrasi, sehingga penis terjepit dan sulit untuk dikeluarkan,” kata dr. Abi Noya.
Baca Juga: Vaksin Dosis ke 3 Sinovac Efektif Tangkal Varian Delta, Hanya Seminggu Imunitas Langsung Meningkat
Pendapat senada diutarakan oleh dokter dari Inggris mengenai gancet.
"Ketika penis berada di dalam vagina, itu menjadi semakin membesar. Otot-otot dasar panggul wanita berkontraksi secara ritmis saat orgasme. Sementara otot-otot itu berkontraksi, penis menjadi macet dan semakin membesar," ujar Dr John Dean, seorang dokter seksual senior yang berbasis di Inggris, melansir BBC.
Penis, yang terisi darah selama ereksi, dapat terus bertambah besar sebelum orgasme.
Dinding vagina, yang terbuat dari jaringan otot, membesar dan berkontraksi saat berhubungan intim.
Otot-otot di dalam vagina juga bisa berdenyut sedikit selama orgasme.
Tapi, ini harus kita ketahui, sebenarnya penis captivus ini tidak akan mungkin menyakiti organ vital masing-masing pasangan. Seperti yang tergambar dalam video voral gancet yang saat ini tengah viral.
Cara Mengatasi Gancet
Source | : | Suara.com - Gancet,Insulteng - Gancet,GridHEALTH.id - Gancet |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar