GridHEALTH.id - Setiap kehamilan ada risikonya. Demikian juga pada ibu yang masih berusia 20 tahun, tetap ada risikonya.
Terlebih bagi ibu yang berusia 40 tahun ke atas, lebih banyak lagi risikonya.
Karenanya setiap perlu mengetahui hal ini.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini aneka risiko kehamilan yang bisa terjadi di usia 20 hingga 40 tahun.
Kehamilan di usia kurang dari 20 tahun
Pada usia kurang dari 20 umumnya kondisi fisik dan organ-organ reproduksi belum 100% siap untuk hamil.
Asal tahu saja, kehamilan dan persalinan di usia tersebut, dapat meningkatkan angka kematian ibu dan janin 4-6 kali lipat dibanding perempuan yang hamil dan bersalin di usia 20-30 tahun.
Beberapa risiko yang bisa terjadi pada kehamilan di usia kurang dari 20 tahun adalah kecenderungan naiknya tekanan darah dan pertumbuhan janin terhambat.
Baca Juga: Efikasi Vaksin Zifivax Pada Varian Delta Capai 77,47 Persen, BPOM Beri Izin
Risiko kanker leher rahim pun meningkat akibat hubungan seks yang dilakukan pada usia dini dan melahirkan sebelum usia 20 tahun.
Selain itu, secara mental pun umumnya perempuan belia (< 20 tahun) belum siap untuk hamil.
Kondisi ini dapat menyebabkan kesadaran untuk memeriksakan diri dan kandungannya menjadi rendah.
Padahal untuk kehamilan yang sehat perlu dilakukan kontrol rutin.
Baca Juga: Awas Risiko Resistensi Antimikroba, Jangan Minum Antibiotik Tanpa Sepengetahuan Dokter
Sisi positifnya hamil di usai ini, perempuan usia muda umumnya memiliki otot yang lebih lentur, sehingga--apabila dari segi mental sudah relatif lebih matang dan kehamilan yang terjadi pada pernikahan dini ini direncanakan (bukan akibat kehamilan pranikah), biasanya saat melakukan persalinan normal akan lebih mudah dibandingkan usia yang lebih tua.
Karena umumnya otot dan mulut rahim pada usia yang lebih tua sudah kaku.
Kehamilan di usia 20-30 tahun
Kehamilan pada rentang usia ini, umumnya lebih sehat karena kondisi fisik perempuan dalam keadaan prima.
Rahim dinilai sudah kuat untuk memberi perlindungan pada janin.
Baca Juga: Qory Sandioriva Mantan Putri Indonesia 2009, Remisi Autoimmune Terpapar Covi-19
Indung telur juga memproduksi sel telur yang berkualitas.
Didukung dengan kondisi organ-organ reproduksi lain yang juga dalam keadaan prima, kehamilan di usia 20-30 bisa dijalani dengan optimal.
Secara mental perempuan dalam rentang usia ini yang umumnya sudah lebih dewasa akan lebih siap merawat dan menjaga kehamilannya.
Tumbuh kesadaran untuk melakukan pemeriksaan secara rutin dan menjaga kehamilannya secara hati-hati.
Sedangkan yang patut diwaspadai, adalah kehatian-hatian supaya setiap kehamilan dapat direncanakan dengan baik, yakni dengan menggunakan kontrasepsi yang tepat.
Hal ini demi menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mengingat pada rentang usia ini, ibu dalam usia subur.
Kehamilan di usia 30-40 tahun
Baca Juga: Perlu Perhatian Ekstra, Ini Penyebab Diabetes Tipe 1 Pada Anak
Usia 30-35 tahun sebenarnya merupakan masa transisi.
Kehamilan pada usia ini masih bisa diterima asalkan kondisi tubuh dan kesehatan ibu, termasuk gizinya, dalam keadaan baik.
Nilai positif yang lain, umumnya secara mental dan kemampuan finansial sudah semakin baik.
Nah, setelah usia 35 (mendekati 40), kehamilan digolongkan pada kehamilan berisiko tinggi.
Di kurun usia ini, angka kematian ibu melahirkan dan bayi meningkat.
Itu sebab tidak dianjurkan menjalani kehamilan di atas usia 40 tahun.
Sisi negatif merencanakan kehamilan pada usia di atas 35 tahun adalah adanya kemungkinan sulit hamil.
Baca Juga: Aplikasi PeduliLindungi Tidak Mendata Relawan Vaksin Nusantara
Bukankah semakin bertambahnya usia, umumnya akan semakin sulit hamil karena sel telur yang siap dibuahi semakin sedikit?
Selain itu, kualitas sel telur juga semakin menurun. Lantaran itu, pada kehamilan pertama di usia lanjut, risiko perkembangan janin tidak normal dan timbulnya penyakit kelainan bawaan juga tinggi, terutama sindrom down.
Selain juga kondisi hormonal yang tidak seoptimal usia sebelumnya, menyebabkan risiko keguguran, kematian janin dan komplikasi lainnya juga meningkat.
Hal lain yang patut mendapat perhatian, meningkatnya usia juga membuat kondisi dan fungsi rahim menurun.
Salah satu akibatnya adalah jaringan rahim tak lagi subur.
Padahal dinding rahim adalah tempat menempelnya plasenta.
Kondisi ini tentunya memunculkan kecenderungan terjadinya plasenta previa atau plasenta tidak menempel di tempat semestinya.
Tak hanya itu, jaringan rongga panggul dan otot-ototnya pun melemah sejalan pertambahan usia.
Hal ini membuat rongga panggul tidak mudah lagi menghadapi dan mengatasi komplikasi yang berat, seperti perdarahan.(*)
Baca Juga: Pengobatan Difteri Perlu Pemberian Antibiotik Hingga Antitoksin
Source | : | Buku Nakita |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar