GridHEALTH.id - Juli lalu, tepatnya Senin (19/7/2021) adalah hari kebebasan di Inggris.
Mulai hari itu semua pembatasan sosial dalam upaya pencegahan Covid-19 dicabut alias dihentikan atau tidak diberlakukan lagi.
Baca Juga: Penyebab Batuk Rejan yang Perlu Diwaspadai, Serta Pengobatan dan Cara Mencegahnya
Tahu kah, pencabutan sebagian besar pembatasan terkait virus corona di Inggris itu dilakukan ketika kasus-kasus virus corona dan tingkat rawat inap meningkat, terutama akibat varian delta.
Kasus-kasus di Inggris melebihi 50.000 per hari pekan lalu untuk pertama kalinya sejak Januari.
Tak hanya itu, kini pasien Covid-19 di Inggris yang setelah di tes positif Covid-19 tidak lagi harus menjalani isolasi mandiri dan dikurung di rumah mereka.
Para menteri Inggris sedang menetapkan skema untuk menyudahi pelacakan dan tes COVID-19 gratis untuk kembali ke kehidupan normal.
Juga berencana menghapus persyaratan hukum bagi mereka yang terinfeksi untuk tinggal di dalam rumah, karena dunia belajar memperlakukan COVID-19 seperti flu.
Baca Juga: Inilah Tanda Bahaya Diabetes Saat Hamil yang Bisa Wanita Rasakan
Keputusan ini menurut The Sun, Selasa (16/11/2021), merujuk pada skema "dunia pascavirus" yang mengacu pada skema yang dikenal sebagai Operation Rampdown, disusun pemerintah Inggris setempat.
Jadi mereka yang positif Covid-19 tidak akan dipaksa isoman selama 10 hari.
Dengan demikian, alokasi dana sebesar 500 pound sterling (Rp9,6 juta) yang dibayarkan pada orang kurang mampu untuk membantu biaya isoman mereka juga akan berakhir.
Hal itu diterapkan, supaya pemerintah bisa fokus pada penanganan wabah lokal dan melindungi pengaturan berisiko tinggi seperti rumah sakit dan panti jompo.
Baca Juga: Kenali Penyebab Koma Diabetes, Kondisi Berbahaya Bagi Penyandang Diabetes
Ini diberlakukan sebab COVID-19 diperkirakan akan tetap pada tingkat "endemik" selama bertahun-tahun, artinya tetap beredar, tapi pada tingkat lebih rendah.
Mengenai hal ini, Prof. Robert Dingwall dari Nottingham Trent University mengatakan, "Saya sangat menyambut kenyataan bahwa orang-orang merencanakan akhir dari keadaan darurat dan pemulihan kehidupan sehari-hari. Mengobati COVID-19 seperti infeksi pernapasan lain mestinya mendorong orang menghilangkan ketakutan dan kecemasan yang telah mengganggu selama dua tahun terakhir."
Kondisi Covid-19 di Inggris Saat Ini
Baca Juga: Oligomenorea, Masalah Menstruasi yang Sebabkan Siklus Haid Panjang
Ksus harian di Inggris naik hampir seperlima dalam seminggu karena 36.517 infeksi positif dicatat dalam 24 jam terakhir.
Saat ini, tercatat 80 persen orang Inggris telah menerima dua dosis vaksin COVID-19.
Para ahli mengklaim bahwa Inggris akan dapat "menghindari" pembatasan jarak sosial pada musim dingin karena cukup banyak orang yang sudah divaksin.
Profesor Neil Ferguson menyebut "tidak mungkin" Inggris akan dipaksa melakukan penguncian seperti tahun lalu pada periode perayaan Natal dan Tahun Baru.
Ahli epidemiologi, yang pemodelannya membantu memicu penguncian pertama tahun lalu, juga berpikir suntikan booster akan membantu dalam hal ini.
Tapi, kenaikan kasus di Eropa juga jadi pertimbangan lain. Beberapa negara Eropa, termasuk Belanda, telah memberlakukan penguncian karena meningkatnya jumlah kasus.
Terkait ini, Liputan6.com (16/11/2021) melaporkan, WHO khawatir Eropa akan kembali jadi episentrum kasus COVID-19 akibat melonjaknya kasus harian.
Kepala WHO Eropa Hans Kluge mengatakan, program vaksinasi masih belum maksimal, selain adanya pelonggaran penanganan COVID-19 sehingga kasus melonjak.
"Kita harus mengubah taktik-taktik kita, dari bereaksi terhadap lonjakan COVID-19 hingga mencegahnya terjadi," ujar Kluge.(*)
Baca Juga: Persalinan Normal Setelah Caesar Bisa Dilakukan dengan Syarat Ini
Source | : | liputan 6,VOA,The Sun |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar