GridHEALTH.id - Reinfeksi Covid-19 terjadi ketika seseorang yang sudah sembuh dari infeksi virus corona di kemudian hari terinfeksi lagi oleh virus yang berbeda.
Yang haru skita ketahui adalah, reinfeksi berbeda dengan repositif atau reaktivasi virus, yakni kondisi ketika virus corona yang masih tersisa di tubuh menginfeksi orang itu lagi. Artinya, infeksi disebabkan oleh virus dengan struktur yang sama.
Untuk membedakan antara reinfeksi dan repositif/reaktivasi, harus ada pengambilan sampel untuk mengurutkan genome virus.
Hanya saja pengurutan genome virus bukanlah pekerjaan ringan. Harus ada tenaga terlatih serta perlengkapan dan laboratorium dengan standar tertentu untuk melakukannya.
Selain itu pengurutan genome juga membutuhkan waktu lama. Terlebih di tengah pandemi yang menyebabkan banyak keterbatasan di mana-mana.
Sebuah penelitian di Nuffield Department of Medicine di University of Oxford, Amerika Serikat, menemukan banyak kasus reinfeksi Covid-19 kemungkinan besar adalah repositif.
Sebab, virus corona bisa menyebabkan infeksi dalam waktu lama dan struktur genomenya membuat virus mampu bertahan di dalam tubuh. Virus ini pun bisa tak terdeteksi dalam tes dan siap untuk menyerang sekali lagi.
Adapun mereka yang paling berisiko mengalami reinfeksi, menurut penelitian di Public Health England Colindale di Inggris dan Statens Serum Institut di Denmark, orang yang pernah terinfeksi virus corona mendapat perlindungan hingga 80 persen dari infeksi kedua.
Adapun dari penelitian di Denmark, perlindungan terhadap warga lanjut usia (di atas 65 tahun) hanya 47 persen.
Dengan demikian, mengacu pada hasil penelitian itu, kalangan lansia tergolong lebih berisiko mengalami reinfeksi.
Seseorang bisa mengalami reinfeksi karena Covid-19 pun bisa berkembang atau bermutasi, sehingga memiliki banyak varian dengan karakternya masing-masing.
Baca Juga: Varian Omicron Berkaitan dengan Infeksi HIV, Awal Mewabah Gegara Masker Berkatup
Menurut sejumlah penelitian, beberapa varian mampu melawan sistem imun manusia.
Maka dari itu, orang yang pernah terinfeksi Covid-19 tetap harus menerapkan protokol kesehatan. Sama halnya seperti orang yang sudah mendapat vaksin.
Walaupun vaksin memberikan perlindungan terhadap serangan virus, orang yang telah divaksin masih bisa terinfeksi jika terpapar virus Corona penyebab Covid-19.
Seseorang yang mengalami reinfeksi menurut berbagai penelitian belum sampai pada satu kesimpulan apakah gejala reinfeksi pasti lebih parah dibanding sebelumnya atau tidak.
Baca Juga: Pandemi Covid-19 Sebabkan Penyakit yang Bisa Dicegah Imunisasi Berisiko Bermunculan Kembali
Dokter di Gulhane Training and Research Hospital di Turki menyebutkan pasien yang pada infeksi pertama tak mengalami gejala, saat reinfeksi gejalanya ringan.
Sedangkan bila pada infeksi pertama harus dirawat di rumah sakit, pasien memerlukan perawatan intensif saat reinfeksi, terutama kalangan lansia yang memiliki penyakit penyerta.
Namun beberapa penelitian lain menemukan tidak ada perbedaan gejala antara infeksi pertama dan kedua.
Malah ada pasien yang gejalanya lebih ringan ketika terkena reinfeksi Covid-19.
Salah satu faktor yang diduga berpengaruh adalah sistem imun.
Baca Juga: Cara Perawatan Luka Bakar di Rumah yang Benar dan Tepat, Cukup Lakukan 7 Hal Ini
Jadi jika imun yang terbentuk dari infeksi pertama masih kuat dan bisa melawan, gejalanya akan ringan atau bahkan tak ada. Sedangkan bila imun sudah lemah atau tak dapat menemukan virus yang menyerang, gejalanya bisa lebih berat.
Jadi pertanyaan, berapa lama antibodi bisa bertahan untuk melawab Covid-19?
Sistem imun yang terbentuk dari infeksi pertama akan mengingat karakter virus yang menyerang. Tapi ada kemungkinan sistem antibodi itu lupa atau tak mengenali bila bertemu virus dengan varian berbeda.
Ambil contoh antibodi yang terbentuk dari vaksin campak yang bisa memberikan perlindungan seumur hidup. Namun tidak demikian dengan antibodi dari vaksin influenza.
Baca Juga: 7 Gejala Utama Blefaritis, Peradangan yang Bikin Kelopak Mata Bengkak
Karena virus influenza banyak ragamnya dan terus bermutasi, ada batas waktu perlindungan sehingga vaksinasi perlu diulang tiap tahun demi perlindungan maksimal.
Lantaran virus corona penyebab Covid-19 tergolong jenis baru, belum ada penelitian yang bisa memastikan berapa lama antibodi dapat bertahan. Baik antibodi yang terbentuk alami akibat infeksi Covid-19 maupun yang berasal dari vaksinasi.
Dari sejumlah kasus reinfeksi Covid-19 juga belum bisa ditarik kesimpulan karena jarak antara infeksi pertama dan kedua yang dilaporkan bervariasi. Ada yang baru dua bulan negatif ternyata terinfeksi lagi. Ada juga reinfeksi yang terjadi setelah setahun sembuh. Penelitian masih berlangsung untuk memahaminya lebih lanjut.(*)
Baca Juga: Awalnya Sesak Napas dan Kesulitan Untuk Tidur, Bens Leo Meninggal Dunia Hari Ini karena Covid-19?
Source | : | Primayahospital-omicron |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar