CoronaVac buatan Sinovac adalah salah satu vaksin Covid-19 yang paling banyak digunakan di seluruh dunia.
CoronaVac juga menjadi salah satu dari dua vaksin Covid-19 buatan China yang menerima persetujuan penggunaan darurat dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Sinovac merilis laporan soal efektivitas dosis ketiga atau booster-nya beberapa hari setelah Universitas Hong Kong menerbitkan penelitian tentang kurangnya respons antibodi dari CoronaVac.
Hasil Penelitian di Hongkong
Universitas Hong Kong, dalam penelitiannya, mengangkat kekhawatiran tentang efektivitas vaksin yang banyak digunakan di dunia ini terhadap varian Omicron.
Diketahui, varian Covid-19 terbaru yang pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan ini mampu menyebar dengan cepat.
SCMP menunjukan studi di HKU memeriksa antibodi penetralisir, hampir sama seperti respons imun yang berfungsi sebagai penanda kasar untuk perlindungan terhadap infeksi.
Dari 25 orang yang menerima dua dosis penuh CoronaVac, tidak ada yang ditemukan memiliki tingkat antibodi penetral yang terdeteksi, menurut penulis studi dan pakar penyakit menular terkemuka Yuen Kwok-yung dan timnya.
Di sisi lain, orang yang divaksinasi penuh dengan Pfizer-BioNTech, lima dari 25 orang memiliki tingkat antibodi yang dapat dideteksi.
Tetapi, level tersebut 35 hingga 40 kali lebih rendah dibandingkan reaksi pada strain virus corona asli, dan mengalami pengurangan "signifikan" dibandingkan respons terhadap varian Beta dan Delta sebelumnya.
Baca Juga: Pasien Kedua yang Terdeteksi Varian Omicron Anak Perempuan Usia 8 Tahun di Negeri Jiran Malaysia
Perlu Booster
Source | : | Forbes |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar