Saat ini pemerintah sedang dalam proses melakukan revisi peraturan presiden (perpres) dan peraturan menteri kesehatan (permenkes).
Selain itu, sedang dilakukan kajian untuk realisasi vaksin dosis ketiga dari Pfizer, Sinovac, dan AstraZeneca.
Untuk diketahui, dalam Permenkes lama, seperti dipaparkan Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, vaksin Nusantara tidak dapat dikomersialisasikan.
Alasannya, vaksin Nusantara bersifat individual atau autologus.
"Sel dendritik bersifat autologus artinya dari materi yang digunakan dari diri kita sendiri dan untuk diri kita sendiri, sehingga tidak bisa digunakan untuk orang lain. Jadi, produknya hanya bisa dipergunakan untuk diri pasien sendiri," jelas Nadia seperti yang dimuat dalam keterangan Kemenkes, Rabu (1/9/2021).
Pun saat itu vaksin nusantara dinyatakan tidak lulus uji kliinis fase 1.
1. Ada syarat BPOM yang tidak terpenuhi
Baca Juga: Mengenal 4 Derajat Keparahan Ambeien Pada Ibu Hamil dan Cirinya
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM), ada beberapa syarat yang belum terpenuhi.
Di antaranya adalah Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB), Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Good Laboratory Practice dan Proof of Concept yang belum memenuhi kriteria standar ketetapan vaksin yang berlaku.
"Dan juga (pihak pengembang Vaksin Nusantara) kerap mengabaikan evaluasi dari Badan POM," kata Dr dr Erlina Burhan MSc SpP(K), Anggota Tim Advokasi vaksin Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI).
2. Tidak memenuhi kaidah klinis
Hal itu juga diikuti dengan alasan lainnya yakni pengembangan Vaksin Nusantara dianggap tidak memenuhi kaidah klinis yang berlaku.
"Dan juga ada perbedaan lokasi penelitian antara etik dan pelaksanaan," ujar Erlina dalam diskusi daring bertajuk Menguak Problematika Vaksin Nusantara, Senin (26/4/2021).
Baca Juga: Mempersiapkan Kehamilan di Masa Pandemi, Penting Skrining Tambahan Untuk Menghindari Risiko Tertular
Source | : | Kompas.com,TribunPalu.com,Rmol.id |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar