Baca Juga: Orang Dengan 8 Kondisi Ini Berisiko Mengalami Infeksi Tulang Osteomielitis
Pengguna diarahkan menekah tombol "start" untuk memulai tahan napas, dan menekan tombol lanjutan bila sudah tidak kuat.
Nah, dari situlah aplikasi Pulse Oximeter menyajikan hasil pengukuran saturasi oksigen pengguna.
Saat hasil pengukuran muncul, aplikasi memberikan peringatan bahwa hasil pengukuran menggunakan aplikasi Pulse Oximeter hanya berupa estimasi.
"Hasil aplikasi hanya rekomendasi estimasi dan tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis nilai saturasi oksigen, yang tepat," tulis Pulse Oximeter.
Uji Coba yang Dilakukan Dokter
Mengenai oximeter berbasis aplikasi ini, Direktur kantor kedokteran Universitas Alabama di Sekolah Kesehatan Birmingham, Walter Schrading, bersama koleganya, pernah mengevaluasi kinerja tiga aplikasi oksimeter pada 2019.
Hasilnya, aplikasi-aplikasi itu tidak cukup meyakinkan untuk mengidentifikasi orang yang tidak memiliki cukup oksigen.
Menurut Schrading, meskipun aplikasi tersebut bisa melakukan pemeriksaan oksimetri, tapi hasilnya tidak akurat, terutama jika kadar oksigen dalam darah sudah sangat rendah.
Orang yang sebenarnya memiliki kadar oksigen rendah, bisa saja disebut "normal" oleh aplikasi.
"Mereka (aplikasi pemeriksaan oksimetri) tidak bekerja dengan baik ketika Anda benar-benar membutuhkannya untuk melakukan pemeriksaan, saat kadar oksigen Anda sudah sangat rendah," jelas Schrading.
Baca Juga: 4 Pilihan Obat Diare untuk Ibu Menyusui, Aman Tanpa Efek Samping
Karenanya Schrading mengatakan, mengandalkan aplikasi untuk mengecek level oksigen dalam darah secara mandiri bisa berakibat fatal.
Di beberapa penelitian lain, aplikasi pemeriksaan oksimetri di gadget juga disarankan untuk tidak dijadikan acuan utama.
Misalnya, seperti penelitian yang diterbitkan oleh Center for Evidence-Based Medicine Universitas Oxford.
Dalam penelitian itu disebutkan beberapa alasan mengapa aplikasi pemeriksaan oksimetri di gadget sebaiknya tidak dijadikan acuan utama.
Pertama, kumpulan data atau dataset yang diujikan tidak menyertakan berbagai macam jenis kulit.
Kedua, dataset yang diuji mencakup kisaran saturasi oksigen yang terbatas. Sebagian besar berada pada kisaran normal, yakni 95-100 persen.
Sementara oksimeter yang digunakan secara klinis harus mencakup saturasi oksigen 70 persen hingga 100 persen.
Ketiga, tidak ada dataset independen yang menguji akurasi aplikasi.
"Saturasi oksigen yang diberikan oleh teknologi seperti itu (aplikasi di smartphone atau smartwatch) sebaiknya tidak dipercaya," tulis penelitian tersebut.
Baca Juga: Cara Mudah Turunkan Berat Badan di Usia 50 Tahun, Lakukan Saja Hal Ini
Kita pun harus paham, smartphone rata-rata hanya memiliki cahaya putih (white light).
Sehingga, smartphone tidak bisa memeriksa secara akurat, dilansir dari The Verge (2/7/2021).(*)
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar