GridHEALTH.id - Di masa pandemi ini tak sedikit orang yang sakit mengalami gejala demam.
Mulai dari gejala demam yang ringan sampai yang parah sekalipun.
Diketahui demam sendiri merupakan tanda adanya suatu gangguan kesehatan pada tubuh.
Menurut laman mayoclinic.org (13/5/2020), saat seseorang mengalami gejala demam umumnya mereka akan mengalami peningkatan sementara suhu tubuh diatas normal.
Ini adalah bentuk respon perlawanan imunitas pada infeksi atau penyakit yang menyerang.
Berbicara mengenai hal ini, gejala demam yang dialami dimasa pandemi ini rupanya kerap membingungkan masyarakat.
Bagaimana tidak, gejala demam dari Covid-19 sangat mirip dengan gejala penyakit lain seperti demam berdarah dengue (DBD) salah satunya.
Baik DBD maupun Covid-19 sama-sama memiliki salah satu gejala yang sama, yaitu demam.
Lantas bagaimana cara membedakan gejala demam pada Covid-19 dan DBD?
Baca Juga: Siap-siap Vaksin Covid-19 Dosis ke 4, Pfizer Telah Mengimbau, Indonesia Belum Ada Niatan
Dokter spesialis penyakit dalam, Dr dr Erni Juwita Nelwan menjelaskan pola demam antara DBD dan Covid-19 memang berbeda.
Dijelaskan pada laman kemkes.go.id, fase demam pada DBD terjadi akibat diremia.
Diremia adalah adanya virus yang beredar di dalam darah.
Erni menyebut demam seperti ini sulit diturunkan oleh obat.
Karena penyebab demamnya itu ada terus di dalam darah sampai biasanya kurang lebih 3 hari.
"Jika pasien minum obat penurun panas, maka demam akan turun namun tidak lama kemudian demam akan naik lagi."
"Jadi demam pada demam berdarah itu sulit diturunkan dengan obat turun panas," ungkapnya.
Erni menyebut pasien DBD akan banyak berkeringat karena efek samping dari obat turun panas tersebut.
"Dia berusaha menurunkan panas, tapi di satu sisi penyebab demamnya ada terus di dalam darah," kata Erni.
Baca Juga: Cara Komorbid Memperparah Kondisi Pasien Covid-19, Dari Penyakit Jantung Hingga Diabetes Melitus
Berbeda dengan Covid-19, demam ini bisa disertai dengan gejala respirasi yang lebih dominan.
Seperti sesak napas, batuk, susah menelan, dan anosmia.
Anosmia adalah kondisi saat seseorang tidak bisa mencium bau.
"Bedanya dengan Covid-19 adalah pada dengue pola demamnya mendadak dan langsung tinggi," ucapnya.
Perlu dipahami juga, sebelum seseorang mengalami DBD, akan melalui masa inkubasi terlebih dahulu.
Jadi penularan dengue tidak terjadi seketika tetapi ada masa inkubasinya selama 5-10 hari.
Masa inkubasi adalah fase saat virus masuk ke dalam darah, tapi belum menimbulkan gejala sampai kemudian jumlah virus cukup banyak dan beredar di dalam darah kemudian menimbulkan penyakit atau demam.
Erni menambahkan pada pasien demam dengue biasanya mengalami sakit kepala yang khas yaitu sakit kepala di bagian depan kepala atau di belakang bola mata.
Bagi anak-anak, demam dengue biasanya terjadi akut mendadak dan muka mengalami merah khas, tapi pada Covid-19 gejala tidak membuat muka merah.
Masih dari kemkes.go.id, dr Mulya Rahma Karyanti Sp.A(K) mengatakan, yang dominan pada demam dengue atau DBD adalah demam kemudian sakit kepala dan batuk pilek yang lebih ringan dibanding pada Covid-19.
"Demam dengue di hari ketiga setelah gigitan nyamuk harus menjadi perhatian penting, karena secara umum demam dengue itu infeksi terjadi di hari ke-3 sampai hari ke-6, itu masuk fase kritis yang bisa rawan di mana bisa meninggal kalau tidak diberikan cairan obat yang cukup," katanya.
Baca Juga: 4 Cara Meredakan Sakit Perut Gejala Covid-19 Varian Omicron yang Dianjurkan
Kemudian pada Covid-19, penyakit yang biasa dikeluhkan berupa demam, itu bisa sampai 5 sampai 7 hari disertai batuk pilek yang lebih dominan dan makin tambah sesak.
Serta saturasi oksigennya menurun, yang dianggap berat untuk kasus Covid-19 pada anak.
Fase Demam pada DBD Lebih lanjut, dr Mulya menjelaskan fase demam dengue antara lain dari hari kesatu sampai ketiga adalah fase demam.
Kemudian fase kritis antara hari ke-3 sampai 6, kemudian fase penyembuhan dari fase setelah hari ke-6.
"Pada fase demam ini anak demam tinggi dan biasanya menjadi malas minum."
"Sehingga yang harus diperhatikan adalah harus dipantau minumnya jangan sampai anak dehidrasi," ucapnya.
Pada fase kritis di antara hari ke-3 sampai hari ke-6 terjadi kebocoran dari pembuluh darah yang bisa menyebabkan syok hipovolemik yang menyebabkan kan pembuluh darah bocor.
"Kalau cairan obat yang diberikan kurang maka kemungkinan akan menyebabkan kematian. Setelah hari ke-6 masuk ke fase penyembuhan," ungkapnya.
Berbeda pada kasus Covid-19, pada minggu pertama terjadi demam.
Lalu menjelang akhir minggu pertama ini antara hari ke-5 sampai hari ke-7 mulai ada sejumlah gejala respiratorik seperti sesak, dan batuk pilek.(*)
Baca Juga: Kaleidoskop Kesehatan 2021, TBC dan DBD, Endemi yang Jadi Penyakit Tropis Paling Mengancam
Source | : | Tribunnews.com,Mayoclinic.org |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar