GridHEALTH.id - Walau masih isu, perubahan peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, akan menimbulkan banyak masalah.
Apalagi jika perubahan tersebut hanya berdasar persaingan usaha.
Padahal label pangan olahan penting bagi masyarakat, seperti dikatakan Direktur Standardisasi Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Dra. Sutanti Siti Namtini, pada acara GridHEALTHtalk (7/8/2020), konsumen harus mulai teliti membaca label pada produk pangan dalam kemasan.
Karenanya, dalam hal ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencurigai adanya potensi persaingan usaha tidak sehat dalam revisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan yang hanya fokus pada pelabelan BPA terhadap kemasan galon berbahan Polikarbonat (PC).
Karenanya, KPPU meminta agar ikut dilibatkan dalam pembahasannya karena revisi aturan ini bisa berpotensi merusak persaingan usaha.
Hal itu disampaikan Direktur Kebijakan Persaingan KPPU, Marcellina Nuring Ardyarini, dalam acara diskusi media bertema “Menelisik Isu BPA, Peran Buzzer, LSM, dan Organisasi Baru dalam Pembangunan Opini” yang diadakans secara online di Jakarta, Rabu (20/4).
“Jadi, terkait dengan isu adanya wacana perubahan peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, ini kami akan mulai koordinasi dengan BPOM untuk melihat bagaimana perkembangan dari rencana perubahan ini,” tukasnya.
Mengenai isu atau wacana perubahan tersebut, KPPU selain berkoordinasi dengan BPOM juga akan melakukan analisa lanjutan dengan meminta pendapat dari para pakar atau ahlinya, sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan.
Pelaku usaha juga akan diundang jika memang nantinya diperlukan untuk memetakan mengenai struktur industri dan bagaimana persaingan di industri tersebut.
Baca Juga: Urus SIM dan STNK Kini Wajib Jadi Anggota BPJS Kesehatan, Klik Disini Untuk Daftar Online
“Jadi, kita ingin melihat di situ secara komprehensif bagaimana kebijakan tersebut, apakah ada potensi memfasilitasi terjadinya persaingan usaha tidak sehat atau tidak. Kita juga akan melihat pengaturan BPA ini di negara-negara lain untuk dijadikan dasar sebagai bahan-bahan kami dalam melakukan analisis untuk kemudian menentukan bagaimana sisi persaingannya,” tuturnya.
Dia menuturkan bahwa daftar pemeriksaan yang dilakukan KPPU terhadap revisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan itu ada 4.
Pertama, untuk mengidentifikasi apakah di dalam revisi peraturan tersebut ada potensi pengaturan oleh pelaku usaha.
Kedua, untuk mengidentikasi apakah ada pengaturan terkait pembatasan pasokan atau jumlah pelaku usaha.
Ketiga, untuk mengidentifikasi apakah pengaturan tersebut berpotensi membatasi kemampuan bersaing pelaku usaha.
Keempat, mengidentifikasi apakah peraturan yang disusun memfasilitasi penguatan pasar atau posisi dominan dari pelaku usaha tertentu.
Pelaku usaha ada banyak yang terkait, ada pelaku usaha yang memproduksi botol dan galon sekali pakai berbahan PET dan galon guna ulang berbahan PC.
“Jadi, kalau kami lihat ada kemungkinan bahwa regulasi BPOM ini nanti akan merusak iklim persaingan. Ini dapat disimpulkan dari identifikasi yang ketiga bahwa ada kemungkinan dengan adanya pelabelan itu, berpengaruh dengan membatasi kemampuan bersaing pelaku usaha tertentu, karena terdapat perlakuan diskriminatif yang menyebabkan kemampuan bersaingnya menjadi lebih rendah dari pesaing-pesaingnya,” katanya.
Namun demikian, dia menyampaikan KPPU tetap harus melengkapi dengan analisis yang tentu didukung data, bahwa kebijakan tersebut memang berpengaruh diskriminatif dan cenderung mendorong kerugian di sektor industri atau pelaku usaha tertentu.
Baca Juga: Banyak Macamnya, Kenali 6 Jenis Flu dan Gejala yang Sering Muncul
Nah, pada pembahasan revisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan ini KPPU tidak dilibatkan terlalu dalam.
Pelibatan KPPU hanya pada saat diundang Kemenko Perekonomian dalam sebuah FGD.
“Seharusnya kalau dalam pembuatan kebijakan atau regulasi seperti ini, regulator itu seharusnya mengundang dan mendengarkan pendapat dari berbagai pihak yang terkait. Misalnya, kalau hal ini nanti dinilai terkait dengan persaingan usaha seharusnya KPPU dilibatkan dari awal,” papar Marcellina.
Untuk diketahui, label pangan amat penting sebab merupakan satu-satunya wadah komunikasi antara produsen dengan konsumsen terkait kandungan produk.
Karena berperan sebagai sarana informasi dan edukasi masyarakat, maka label pangan wajib benar dan tidak boleh menyesatkan.
Nah, karena informasi di label makanan olahan sangat penting bagi keamanan konsumen, maka tentu saja hal ini diatur dalam peraturan dan undang-undang yang berlaku di Indonesia.
Menurut Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018, label pangan olahan setidak-tidaknya memuat informasi tentang nama produk, daftar bahan yang digunakan (komposisi), berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat produsen/importir, kehalalan bagi yang dipersyaratkan, tanggal dan kode produksi, keterangan kedaluwarsa, nomor izin edar, serta asal-usul bahan pangan tertentu.
Salah satu yang sering dilihat adalah komposisi alias bahan yang digunakan. Perlu diketahui bahwa urutan penulisan komposisi juga diatur berurutan, dimulai dari bahan yang paling banyak digunakan.(*)
Baca Juga: Kebijakan Lebaran 2022 Dintentukan Hasil Sero Survei Kemenkes dan FKM UI Terbaru Ini
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar