GridHEALTH.id - Kabar baik bagi bangsa Indonesia, salah satu hal yang paling dikhawatirkan untuk masa depan bangsa dan negara ini, yaitu stunting, angkanya turun. Hal ini harus diapresias.
Memang stunting itu gambaran fisiknya sesuai dengan arti katanya, pendek.
Tapi ingat, lo, pendek karena stunting dan pendek karena gen berbeda.
Pendek karena stunting diakibatkan kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama.
Sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak, yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.
Stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia Indonesia, juga ancaman terhadap kemampuan daya saing bangsa.
Hal ini dikarenakan anak stunted, bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya (bertubuh
pendek/kerdil) saja, melainkan juga terganggu perkembangan otaknya, yang mana tentu akan sangat mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas dan kreativitas di usia-usia produktif.
Jadi tidaklah heran saat ini pemerintah gencar betul untuk menurunkan angka stunting, demi kelangsungan bangsa dan negara Indoensia lebih baik kedepannya.
Asal tahu saja, anak yang sudah stunting tidak bisa disembuhkan lagi. Dia akan hidup dengan kondisi stuntingnya sepanjang hayat.
Baca Juga: Ini yang Dimaksud Ablasi Ginjal Untuk Penyintas Kanker Ginjal
Artinya, tubuhnya tetap pendek di bawah rata-rata, juga kemampuan otaknya di bawah rata-rata, begitu juga dengan imunitasnya.
Singkat kata anak stunting ini masa depannya menjadi beban negara.
Kenapa sebegitu menyeramkannya kondisi anak stunting?
Ketahuilah, stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah 5 tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.
Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun.
Balita pendek (stunted) dan sangat penting (severety stunted) adalah balita dengan panjang badan (PB/U) dan tinggi badan (TB/U) menurut umurnya dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS tahun 2006.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) menunjukkan angka yang cukup menggembirakan terkait masalah stunting.
Angka stunting atau anak tumbuh pendek turun dari 37,2 persen pada Riskesdas 2013 menjadi 30,8 persen pada Riskesdas 2018.
Meski tren stunting mengalami penurunan, hal ini masih berada di bawah rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu kurang dari 20 persen.
Baca Juga: Cacar Monyet Menjangkiti Pasangan Gay dan Biseksual, Ini Keterangan Ahli
Persentase stunting di Indonesia secara keseluruhan masih tergolong tinggi dan harus mendapat perhatian khusus.
Intervensi Stunting di Indonesia
Pencegahan adalah jalan terbaik untuk masalah stunting.
Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita.
Intervensi yang dilakukan pemerintah dikelompokan menjadi intervensi sensitif dan intervensi spesifik.
Intervensi gizi spesifik dilakukan oleh sektor kesehatan melalui Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Intervensi gizi sensitif dilakukan oleh sektor lain di luar kesehatan yang terkait dengan upaya penanggulangan stunting.
Intervensi spesifik yang diberikan pemerintah dapat dikelompokan berdasarkan sasaran program, yaitu :
* Sasaran ibu hamil dilakukan melalui perlindungan ibu hamil terhadap kekurangan zat besi, asam folat, dan kekurangan energi dan protein kronis; perlindungan terhadap kekurangan iodium, dan perlindungan terhadap malaria
* Sasaran ibu menyusui dan anak usia 0-6 bulan, dilakukan melalui dorongan pemberian IMD/Inisiasi menyusui dini (pemberian kolostrum ASI), memberikan edukasi kepada ibu untuk memberikan ASI eksklusif, pemberian imunisasi dasar, pantau tumbuh kembang bayi/balita setiap bulan, dan penanganan bayi sakit secara tepat
* Sasaran ibu menyusui dan Anak usia 7- 23 bulan, dilakukan melalui dorongan pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi oleh pemberian Makanan Pendamping-ASI (MP-ASI), penyediaan dan pemberiaan obat cacing, pemberiaan suplementasi zink, fortifikasi zat besi ke dalam makanan, perlindungan terhadap malaria, pemberian imunisasi, pencegahan dan pengobatan diare
Intervensi sensitif dilakukan melalui bebagai program kegiatan, di antaranya penyediaan akses air bersih, penyediaan akses terhadap sanitasi salah satunya melalui program STBM, fortifikasi bahan pangan oleh Kementerian Pertanian, penyediaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), penyediaan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal), pemberian pendidikan pengasuhan pada orang tua, pemberian pendidikan anak usia dini universal oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan, Keluarga Berencana (KB), pemberian edukasi kesehatan seksual dan reproduksi, serta gizi remaja, pengentasan kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan dan gizi.
Jadi cara pencegahan stunting yang terbaik adalah:
* Memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil
* Beri ASI Eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan
* Dampingi ASI Eksklusif dengan MPASI sehat.
* Terus memantau tumbuh kembang anak
* Selalu jaga kebersihan lingkungan.(*)
Baca Juga: Dorongan Seks Rendah Pada Wanita, Coba Terapi Ayurveda Untuk Mengobati Frigiditas
Source | : | Kemkes-stunting,DiskesBali-Stunting |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar