GridHEALTH.id - Tahu kah, produksi sampah sepanjang 2021 di Indonesia mencapai 68,5 juta ton.
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dari jumlah itu, sampah plastik menyumbang sekitar 11,6 juta ton (17 persen).
Jadi secara persentase, volume sampah plastik pada 2021 naik dua kali lipat dibandingkan dengan data 10 tahun terakhir.
Kondisi ini tentu wajib menjadi perhatikan kita semua, terlebih pemerintah daerah dan pusat, dan harus segera direspons oleh pelaku usaha.
Pasalya, selain merupakan masalah lingkungan, sampah plastik juga mengandung mikroplastik yang bahayanya apabila tidak sengaja dikonsumsi manusia maupun hewan lainnya berdampak pada kesehatan.
Melansir data produksi sampah plastik nasional di tahun 2021, beberapa tipe bahan plastik yang kerap ditemukan adalah Polypropylene (PP), Polyethylene Terephthalate (PET), dan Polycarbonate (PC), yang sebagian besar berasal dari produk air minum dalam kemasan (AMDK).
Dengan kata lain, polusi sampah plastik AMDK masih jadi krisis yang belum teratasi di Tanah Air.
Berdasarkan data olahan dari Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (ASPADIN) dan lembaga riset AC Nielsen, produk AMDK menyumbang 328.117 ton dari 11,6 juta ton sampah plastik sepanjang tahun 2021.
Fakta data tersebut bagi lingkungan tentu menakutkan. Paslanya sampah dari plastik sangat sulit diolah dan terurai oleh tanah. Pada akhirnya dapat merusak tanah, mencemari tanah dan sumber air tanah.
Baca Juga: Ada Cacar Monyet Setelah Covid-19, Sudah diprediksi Bill Gates?
Asal tahu saja, sampah plastik itu sulit untuk dihancurkan atau dimusnahkan.
Jika sampah plastik dibakar, bisa menghasilkan asap beracun yang berbahaya bagi kesehatan yaitu jika proses pembakarannya tidak sempurna, plastik akan mengurai di udara sebagai diloksin, senyawa ini sangat berbahaya jika terhirup manusia.
Dampaknya akan memicu penyakit kanker, hepatitis, pembengkakan hati, gangguan sistem saraf dan memicu depresi.
Selain itu sampah plastik pun menyebabkan bahaya kesehatan dunia, yaitu mikroplastik.
Dilansir dari New York Post, diketahui bahwa manusia menelan setidaknya 5 gram mikroplastik setiap minggunya. Jumlah itu sendiri sama dengan sekitar sebuah kartu ATM.
Temuan ini diketahui berdasar sebuah penelitian yang dilakukan oleh University of Newcastle, Australia dan World Wildlife Fund for Nature (WWF).
"Untuk pertama kalinya, hasil penelitian ini menyebut perkiraan yang tepat dari jumlah plastik yang ditelan manusia," ungkap Dr Thava Palanisami yang terlibat dalam penelitian ini.
Peneliti menganalisis lebih dari 50 penelitian mengenai mikroplastik. Diketahui bahwa sebagian besar dari dua ribu partikel yang ditelan setiap minggu muncul dari air minum sehari-hari.
Dari penelitian lain tentang konsumsi plastik oleh manusia, sebuah studi baru dalam jurnal Environmental Science and Technology dilansir dari National Geographic US menyatakan manusia mengonsumsi hingga 52 ribu partikel mikroplastik per tahun.
Baca Juga: Terlalu Sedih, Suami Korban Penembakan di Texas Meninggal Akibat Serangan Jantung
Jumlah itu belum termasuk partikel mikroplastik yang dihirup manusia yang mencapai lebih dari 74 ribu per tahun.
Partikel mikroplastik adalah potongan plastik yang lebih kecil dari 5 milimeter.
Studi dari King's College di London beranggapan bahwa partikel mikroplastik yang menumpuk bisa menjadi racun yang merusak sistem kekebalan tubuh dan keseimbangan usus manusia.
Salah satu cara untuk melindungi diri dari kondisi tersebut dengan mengubah gaya hidup.
Mengenai hal tersebut pakar teknologi lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Enri Damanhuri menganggap, kemasan galon air minum isi ulang selama ini telah menjadi solusi penyediaan air minum yang ramah lingkungan di Indonesia.
Pasalnya, kemasan galon isi ulang bisa digunakan secara berulang dan praktis. Jadi praktik dalam penggunaan dan kesehatan, bagi manusia juga lingkungan.
Dengan begitu, botol isi ulang tanpa menimbulkan potensi timbulnya persoalan sampah plastik baru yang dapat menganggu lingkungan.
Menurut Enri, kemasan galon isi ulang justru dapat menjadi solusi karena di Indonesia memang belum banyak tersedia infrastruktur air siap minum atau (tap drinkable water) seperti di sejumlah negara maju.
Kalau tiba-tiba penggunaan galon isi ulang tidak bisa digunakan lagi, ia mempertanyakan penggantinya.
Baca Juga: 6 Cara Mencegah Cacar Monyet, Utamanya Menular dari Kontak Fisik
"Jangan kita kembali jungkir balik lagi. Sementara kita semua sepakat untuk mengurangi pencemaran sampah plastik di lingkungan, tidak lagi menggunakan single-use plastic (plastik sekali pakai)," ujarnya dalam siaran kepada wartawan di Jakarta, Jumat (27/5/2022), dilansir dari Republika (27/05/2022).
Menurutnya setiap kemasan memiliki keunggulan sendiri dari segi pertimbangan ketahanan, keamanan, maupun keramahan terhadap lingkungan, seperti kemampuan untuk digunakan kembali sehingga tidak menimbulkan limbah plastik yang mengancam lingkungan.
"Penting menjadi perhatian juga adalah bagaimana perlakukan kita terhadap kemasan plastik itu setelah kita konsumsi air minumnya," jelasnya.(*)
Baca Juga: Indonesia Disarankan Suntikan Vaksin Covid-19 Dosis ke 4, Ini Jawaban Kemenkes
Source | : | Gridhealth,MI-sampah plastik,Republika-sampah plastik,Kemdikbud-sampahplastik |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar