GridHEALTH.id - Dengan perkembangan kedokteran yang semakin pesat di abad ke-21, yang paling dikhawatirkan para ilmuwan adalah penyakit yang dapat menjadi resisten terhadap antibiotik.
Jadi, adalah hal yang menarik sekaligus 'menakutkan' ketika bakteri di Antartika ditemukan dengan gen yang memberi mereka antibiotik alami dan resistensi antimikroba dan memiliki potensi untuk menyebar dari daerah kutub, menurut para ilmuwan di Chili.
Andres Marcoleta, seorang peneliti dari Universitas Chili yang memimpin penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Science of the Total Environment pada bulan Maret 2022, mengatakan bahwa "kekuatan super" yang berevolusi untuk melawan kondisi ekstrem ini terkandung dalam fragmen DNA seluler yang dapat dengan mudah ditransfer ke bakteri lain.
"Kita tahu bahwa tanah di Semenanjung Antartika, salah satu daerah kutub yang paling terpengaruh oleh pencairan es, menampung banyak sekali bakteri," kata Marcoleta.
"Dan beberapa dari mereka merupakan sumber potensial dari gen leluhur yang memberikan resistensi terhadap antibiotik," sambungnya.
Para ilmuwan dari Universitas Chili mengumpulkan beberapa sampel dari Semenanjung Antartika dari 2017 hingga 2019.
“Perlu ditanyakan apakah perubahan iklim dapat berdampak pada terjadinya penyakit menular,” kata Marcoleta.
Baca Juga: Bakteri Terkuat Ditemukan di Chili, Bisa Memakan Logam, Studi
Baca Juga: Cacar Monyet Bukan Penyakit Menular Seksual Tetapi Bisa Berdampak Pada Kesehatan Seksual, Studi
"Dalam skenario yang mungkin, gen-gen ini dapat meninggalkan reservoir ini dan mendorong munculnya dan proliferasi penyakit menular."
Para peneliti menemukan bahwa bakteri Pseudomonas, salah satu kelompok bakteri utama di Semenanjung Antartika, tidak patogen tetapi dapat menjadi sumber "gen resistensi," yang tidak bisa dihentikan oleh disinfektan umum seperti tembaga, klorin atau amonium kuaterner.
"Namun, jenis bakteri lain yang mereka teliti, bakteri Polaromonas, memang memiliki potensi untuk menonaktifkan antibiotik jenis beta-laktam, yang penting untuk pengobatan berbagai infeksi," kata Marcoleta. (*)
Source | : | Reuters |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar