Sedangkan untuk produk-produk impor, labelling tetap diberlakukan karena harus menyesuaikan dengan regulasi yang ada di Indonesia.
Pelabelan tidak dilakukan, apabila produsen air minum bisa membuktikan kepada BPOM bahwa tidak adanya kandungan BPA.
“Diberikan label bahwa ada potensi terjadi migrasi dan mengandung BPA di dalam airnya. Label tersebut bisa tidak perlu dicantumkan jika produsennya bisa membuktikan kepada kami (BPOM), bahwa tidak mengandung BPA,” tutur Penny.
Dijelaskan bahwa BPA dari kemasan polikarbonat dapat bermigrasi ke air minum, sehingga perlu disimpan di tempat yang sejuk dan terhindar dari matahari.
Pelaku usaha diharapkan dapat memastikan pendistribusian AMDK berjalan dengan aman, hingga sampai di tangan konsumen.
Perusahaan air minum diberikan grace period atau masa tenggang selama tiga tahun, untuk menerapkan regulasi ini.
“Tidak hanya berdasarkan data yang ada, tapi juga memikirkan mampu tidak nanti pelaku usaha melakukan, bagaimana mereka melakukannya. Sehingga kita memberikan waktu selama tiga tahun untuk melaksanakan regulasi ini,” pungkas Penny.(*)
Baca Juga: Polemik Pelabelan BPA pada Air Minum Kemasan Galon, Benarkah Polikarbonat Tidak Aman?
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar