GridHEALTH.id - Belakangan terjadi lagi tren kenaikan kasus positif dan aktif di Indonesia.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Prof. Wiku Adisasmito mengatakan, kasus mingguan dalam beberapa minggu terakhir mengalami peningkatan.
Jika dibandingkan pada akhir Mei lalu terdapat 1.800 kasus, sedangkan pada awal Juni naik menjadi 3.600 kasus.
Begitu pula dengan kasus aktif yang naik menjadi 4.900 per 13 Juni 2022, padahal sebelumnya berada di angka 2.900.
“Kondisi saat ini harus kita upayakan bersama-sama untuk menekan penularan semaksimal mungkin. Perlu menjadi perhatian, bahwa Indonesia telah berhasil mempertahankan penurunan kasus harian dan mingguan tetap rendah selama 2 bulan berturut-turut,” jelasnya dikutip dari kanal YouTube Sekertariat Presiden, Rabu (15/6/2022).
Selain karena pengaruh mobilitas masyarakat yang tinggi, kenaikan kasus juga diduga terjadi akibat penemuan kasus varian baru Covid-19 subvarian Omicron BA.4 dan BA.5.
Selain di Indonesia, subvarian Omicron ini kasusnya juga telah dilaporkan beberapa negara lain.
Misalnya Inggris, Amerika Serikat, Denmark, Belgia, Israel, Jerman, Italia, Kanada, Prancis, Belanda, Australia, Swiss, Botswana, Denmark, Austria, Hong Kong, Pakistan, dan Spanyol.
Puncak gelombang Covid-19 subvarian BA.4 dan BA.5
Baca Juga: Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 Berisiko Bagi Kelompok Rentan Ini
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, puncak gelombang kasus Covid-19 subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 diperkirakan terjadi menjelang Hari Raya Idul Adha.
“Pengamatan kami, gelombang BA.4 dan BA.5 biasanya puncaknya tercapai satu bulan setelah penemuan kasus pertama. Jadi harusnya di minggu kedua, ketiga Juli, kita akan melihat puncak kasus dari BA.4 dan BA.5 ini,” ujarnya dikutip dari kanal YouTube Sekertariat Kabinet RI, Rabu (15/6/2022).
Jumlah kasus bisa tidak bertambah signifikan, jika masyarakat telah mendapatkan vaksinasi dosis ketiga atau booster.
“Kalau itu bisa kita jaga, Indonesia mungkin akan menjadi satu negara pertama yang dalam 12 bulan tidak mengalami lonjakan kasus. Karena biasanya setiap enam bulan kan lonjakan kasus itu terjadi,” jelas Budi Gunadi.
Selain vaksin booster, masyarakat juga diingatkan untuk tetap menggunakan masker, apalagi saat berada di dalam ruangan atau di tengah-tengah kerumunan.
Sejauh ini, terdapat 8 kasus subvarian Omicron dan paling banyak terjadi di DKI Jakarta.
Apa yang membedakan BA.4 dan BA.5 dari varian Covid-19 lain?
Selain lebih menular dibandingkan dengan varian Covid-19 sebelumnya, para ilmuwan juga melacak mutasi pada BA.4 dan BA.5 yang bisa menghindari sistem kekebalan dan menyebabkan infeksi ulang.
Ahli patologi di Houston Methodist Texas Dr. Wesley Long mengatakan, sifat genetik yang dimiliki oleh subvarian Omicron ini, mengingatkan dengan mutasi Delta
Orang yang sebelumnya terinfeksi Omicron, lebih berisiko mengalami infeksi ulang karena subvarian ini.
“Antibodi infeksi Omicron tidak menunjukkan perlindungan yang baik untuk melawan subvarian dibandingkan Delta,” kata Dr. Shan-Lu Liu dari Pusat Penelitian Retrovirus Ohio State University, dikutip dari NBC Chicago, Rabu (15/6/2022).
Gejala subvarian Omicron BA.4 dan BA.5
Sejumlah lembaga kesehatan dunia sudah memasukkan kedua varian ini dalam kategori variant of concern. Seperti Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC), CDC Amerika Serikat, dan Institut Kesehatan Nasional Portugal.
Para ahli masih mempelajari kedua varian tersebut dan belum bisa menentukan, apakah ada gejala khusus yang muncul.
Dari kasus yang ada sekarang, gejala yang dilaporkan pasien sama dengan varian Covid-19 lainnya, seperti:
1. Hidung tersumbat atau meler
2. Nyeri otot
Baca Juga: Pemerintah Antisipasi Puncak Gelombang Covid-19 BA.4 dan BA.5 dengan Ini
3. Sakit tenggorokan
4. Bersin-bersin
5. Sakit kepala
6. Batuk
7. Kelelahan.(*)
Baca Juga: Jerman Peringatkan Infeksi Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 Lebih Cepat, Waspada di Musim Panas
Source | : | YouTube,NBC Chicago |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar