Terkait dengan penyebaran konten, media sosial tentu memegang peranan penting dalam menyaring konten yang dapat membahayakan keselamatan.
“Platform media sosial perlu lebih aktif dalam mendeteksi berbagai konten yang mendorong orang untuk melakukan aksi yang membahayakan keselamatan,” tegasnya, dikutip dari ugm.ac.id (30/06/202).
Penegakan regulasi di platform media sosial dan moderasi konten berbahaya menjadi salah satu langkah pertama dan utama yang bisa dilakukan untuk mencegah penyebarluasan konten yang mendorong seseorang membahayakan keselamatan dirinya sendiri.
Di samping itu juga diperlukan edukasi literasi digital juga harus ditingkatkan.
“Pemerintah memiliki peranan yang signifikan dalam menyiapkan dan memfasilitasi kegiatan edukasi yang mumpuni bagi masyarakat. Berbagai kegiatan literasi digital yang telah dilakukan oleh lembaga pemerintah, bekerja sama dengan berbagai platform media sosial, lembaga pendidikan, organisasi kemasyarakatan, hingga komunitas perlu untuk semakin di masifkan guna meningkatkan literasi digital masyarakat,” jelasnya.
Selain itu, akomodasi literasi digital dalam kurikulum pendidikan formal juga semakin menunjukkan urgensinya, mengingat dampak negatif dari penggunaan media sosial semakin banyak menyasar anak-anak dan remaja.
Baca Juga: Ngeri, Pria Ini Terinfeksi Penyakit Kelamin Langka Tak Mempan Antibiotik
Selain platform media sosial dan pemerintah, orang tua memiliki posisi yang sentral untuk mengedukasi anak dalam bermedia sosial.
Maka dari itu, “Orang tua juga harus memiliki tingkat literasi digital yang mumpuni, sehingga dapat menjadi contoh dan memberikan edukasi yang maksimal bagi anaknya untuk dapat menyaring dan merespons berbagai informasi yang diterima. Orang tua juga perlu melakukan pengawasan dan memberikan pengertian kepada anak untuk tidak melakukan perbuatan yang membahayakan diri sendiri untuk kepentingan konten media sosial.” papar Faiz.
Tak hanya itu, bagi kreator konten, Faiz mengingatkan bahwa insiden yang terjadi belakangan ini seharusnya juga dapat menjadi pelajaran bagi para pembuat konten untuk memperhatikan aspek keselamatan ketika membuat konten di media sosial.
“Penyebaran konten yang membahayakan diri menjadi pekerjaan rumah bersama. Peningkatan literasi digital dan moderasi konten menjadi dua kunci utama yang perlu diperhatikan oleh berbagai pihak untuk meminimalisir dampak negatif dari penggunaan dan penyalahgunaan media sosial,”pungkasnya.
Untuk diketahui, belakangan dua anak masing-masing berusia 14 dan 18 tahun menjadi korban meninggal "malaikat maut challenge".
Kabar duka itu berasal dari kejadian di lokasi berbeda dalam dua hari berturut-turut, yakni Kamis (2/6/2022) di Soreang, Kab Bandung, Jawa Barat dan Jumat di Karawaci, Kota Tangerang, Banten.
Tantangan mematikan ini sudah setahun lebih menyebar di media sosial.
Herannya, meski korban sudah berjatuhan, peminatnya tetap saja ada.
Dalam aksi Challenge Malaikat Maut, secara berkelompok, mereka yang rata-rata berusia remaja nongkrong di pinggir jalan, menanti truk melintas.
Baca Juga: Kasus Terinfeksi Terus Naik, Dokter di India Temukan Gejala Baru Omicron BA.4/BA.5 Berupa Nyeri Otot
Begitu truk sudah dekat, mereka pun menguji nyali untuk mengadang lalu adu cepat menghindari truk.
Semakin tipis kesempatan untuk menghindar, semakin terpacu adrenalinnya dan semakin "seru" kesannya. Saat temannya "menantang malaikat maut", yang lain merekam dan ikut menyoraki.
Videonya lantas diunggah di media sosial. Konten yang terngeri, paling banyak dilihat.
Jumlah views/likes yang diterima ibarat candu yang membuat mereka merasa diterima sebagai bagian dari komunitas dan terdorong untuk mengulangi "permainan" yang sama.(*)
Baca Juga: Fakta Dibalik Hebohnya Ganja untuk Pengobatan juga Terapi Cerebral Palsy, Ternyata ...
Source | : | Ugm.ac.id-challenge malaikat maut |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar