GridHEALTH.id - Penyebaran virus cacar monyet masih menjadi isu yang akhir-akhir ini dibahas, tidak terkecuali di Indonesia meskipun masih nol kasus cacar monyet, sebagai langkah antisipasi masuknya penyakit cacar monyet.
Edukasi terkait cacar monyet dari berbagai kalangan pun dilakukan, selain untuk meningkatkan kesadaran dalam masyarakat, juga untuk memberikan gambaran umum terkait proses penyebaran dan segala hal terkait cacar monyet.
Terbaru, edukasi dan penjelasan singkat mengenai penyakit cacar monyet disampaikan langsung oleh satgas cacar monyet PB IDI dalam konferensi pers virtual terkait cacar monyet pada hari ini (02/08/2022).
Menjawab dan menanggapi terkait isu yang banyak beredar mengenai risiko besar penularan infeksi pada golongan tertentu, seperti kelompok gay dan biseksual, IDI menyatakan bahwa cacar monyet bukan bagian dari penyakit menular seksual (PMS).
"Masih secara teori dilaporkan penularannya bukan hanya karena seksual kontak, justru sebetulnya yang menjadi perhatian kita bersama adalah kontak erat dari kulit ke kulit atau mukosa ke mukosa, misalnya dari mulut ke mulut, dari perianus, atau daerah mata, justru bisa mentransfer virusnya secara banyak,"kata dr Hanny Nilasari, SpKK selaku Ketua Satgas Cacar Monyet PB IDI dalam pemaparan yang disampaikan melalui konferensi pers virtual.
Penularannya Kontak Erat
Berdasarkan pemaparan yang diberikan oleh satgas cacar monyet PB IDI, ditekankan bahwa penyebab utama penyebaran cacar monyet adalah pada kontak erat.
Tidak hanya terbatas pada perilaku seksual seseorang ataupun kelompok tertentu.
Dr Hanny Nilasari, SpKK kembali menekankan,"Jadi bukan hanya konsentrasi pada populasi khusus, tetapi dari semua orang-orang yang melakukan kontak seksual atau kontak-kontak yang berisiko, itu juga menjadi risiko untuk mendapatkan kasus ini."
Pernyataan dari ketua satgas cacar monyet juga didukung oleh Bidang Pendidikan dan Profesi Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit Indonesia (PERDOSKI), Dr. dr. Prasetyadi Mawardi, Sp.KK(K).
Baca Juga: Satgas Cacar Monyet IDI; Indonesia Nol Kasus Cacar Monyet, Tetap Lakukan Pencegahan
"Perlu disampaikan bahwa monkeypox (cacar monyet) bukan infeksi menular seksual, tetapi karena kontak eratnya, kontak kulit ke kulit, mukosa ke mukosa, kulit ke mukosa sehingga mudah terinfeksi, memudahkan transimisi dan yang jelas sampai saat ini belum dikatakan dalam infeksi menular seksual," katanya dalam konferensi pers terkait cacar monyet oleh PB IDI, yang diikuti GridHEALTH.id.
Sebagai informasi tambahan, cacar monyet bukan termasuk ke dalam penyakit menular seks karena penyebaran penyakit cacar monyet ditekankan melalui kontak erat, baik melalui kulit, mukosa ke kulit, dan mukosa dengan mukosa, pernapasan, serta cairan sekresi, tidak terbatas pada hubungan seksual.
Dengan gejala khas dari cacar monyet adalah demam, munculnya ruam, pembengkakan kelenjar getah bening yang dapat menyebabkan berbagai komplikasi medis.
Gejala Diawali di Wajah
Ruam yang muncul pun seperti cacar pada umumnya dan diawali pada bagian wajah, lalu menyebar ke bagian tubuh lainnya.
Sejauh ini, pengobatan yang tepat masih terus dilakukan pengujian di dunia, meskipun WHO dan CDC telah memberikan dua jenis rekomendasi vaksin untuk cacar monyet, yaitu JYNNEOS dan ACAM2000.
Di Indonesia sendiri, pemakaian vaksin sebagai salah satu pengobatan dari cacar monyet masih terus diuji dan belum mendapatkan izin dari BPOM.
Sehingga masyarakat diminta untuk lebih bersiap dalam melakukan pencegahan dibandingkan dengan pengobatan.
Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari penyebaran cacar monyet adalah sama dengan pencegahan yang dilakukan pada penyakit infeksi menular lainnya.
Dengan cara menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), menjaga imunitas diri, terus menerapkan protokol kesehatan, karena penyakit infeksi memiliki sifat yang tidak begitu menular jika imunitas masyarakat tetap baik.(*)
Baca Juga: India Laporkan Kematian Akibat Cacar Monyet, Korban Pertama di Asia
Source | : | Kemenkes RI,Konferensi pers PB IDI terkait cacar monyet |
Penulis | : | Vanessa Nathania |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar