GridHEALTH.id - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi mengatakan, pihaknya membentuk Satuan Tugas (satgas) Penanganan Penyakit Cacar Monyet (Monkeypox) guna merespons ancaman tersebut.
Adib menerangkan, meski hingga Agustus 2022 belum terdapat kasus konfirmasi infeksi cacar monyet, masyarakat harus tetap mewaspadai keberadaan penyakit tersebut. "Pemerintah, tenaga kesehatan dan masyarakat harus tetap waspada," ujarnya dilansir dari siaran pers PB IDI, Rabu (03/08/2022).
Selain membentuk Satgas Monkeypox, PB IDI juga memberikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah dalam menghadapi penyakit tersebut.
1. Pemerintah perlu memperluas dan memperketat skrining pada pintu masuk pelabuhan, bandara, dan Pos Lintas Batas Darat Negara (PLBDN) dengan melakukan pengawasan terhadap pelaku perjalanan melalui pengamatan suhu, pengamatan tanda dan gejala.
Pada pelaku pejalanan dengan kondisi demam, sebaiknya dilakukan pemeriksaan langsung oleh dokter yang bertugas pada pelabuhan, bandara, ataupun PLBDN tersebut.
2. Meningkatkan kemampuan laboratorium jejaring dalam diagnostik molekular spesimen pasien yang dicurigai menderita cacar monyet sesuai rekomendasi WHO.
3. Meningkatkan edukasi kepada masyarakat terkait epidemi, gejala, cara penularan, dan cara dan langkah pencegahan pribadi dan masyarakat terhadap penyakit ini.
4. Meningkatkan kemampuan dalam identifikasi kontak erat pada pasien suspek dan probable cacar monyet.
5. Memberikan informasi terkini kepada masyarakat mengenai situasi cacar monyet secara berkala dan transparan untuk mencegah terjadinya kepanikan akibat kesimpangsiuran berita.
Baca Juga: Cacar Monyet, AS Melaporkan Kasus Pertama Virus Ini Muncul Pada Anak, Bisa Lebih Berbahaya
Baca Juga: Terapi Asam Urat Alami, Perubahan Pola Makan Hingga Rutin Minum Kopi
Kemudian, PB IDI juga menyampaikan rekomendasi kepada tenaga kesehatan di seluruh Indonesia, yakni:
Pertama, segera laporkan ke Dinas Kesehatan setempat apabila terdapat kasus sesuai dengan kriteria suspek atau probable cacar monyet.
Kedua, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan klinis dalam pendekatan diagnosis serta tata laksana cacar monyet untuk meningkatkan kewaspadaan pada pasien dengan gejala klinis sesuai dengan cacar monyet dan mencegah komplikasi.
Ketiga, melakukan edukasi terhadap masyarakat mengenai tanda gejala, penularan, dan pencegahan infeksi cacar monyet.
Keempat, mendukung dilakukannya contact tracing apabila ada kasus dengan konfirmasi cacar monyet untuk menurunkan risiko penyebaran infeksi cacar monyet.
Kelima, tenaga kesehatan menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap ketika menangani pasien dengan kecurigaan cacar monyet, seperti mengenakan masker, serta membersihkan benda dan permukaan yang telah disentuh pasien.
Gejala cacar monyet umumnya berupa ruam yang muncul pun seperti cacar pada umumnya dan diawali pada bagian wajah, lalu menyebar ke bagian tubuh lainnya.
Sejauh ini, pengobatan yang tepat masih terus dilakukan pengujian di dunia, meskipun WHO dan CDC telah memberikan dua jenis rekomendasi vaksin untuk cacar monyet, yaitu JYNNEOS dan ACAM2000.
Di Indonesia sendiri, pemakaian vaksin sebagai salah satu pengobatan dari cacar monyet masih terus diuji dan belum mendapatkan izin dari BPOM.
Baca Juga: Bikin Langsing sampai Mata Jadi Sehat, 5 Manfaat Buah Kedondong
Sehingga masyarakat diminta untuk lebih bersiap dalam melakukan pencegahan dibandingkan dengan pengobatan.
Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari penyebaran cacar monyet adalah sama dengan pencegahan yang dilakukan pada penyakit infeksi menular lainnya.
Dengan cara menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), menjaga imunitas diri, terus menerapkan protokol kesehatan, karena penyakit infeksi memiliki sifat yang tidak begitu menular jika imunitas masyarakat tetap baik.(*)
Source | : | Kompas.com,IDI Online,Gridhealth.id |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar