GridHEALTH.id – Orangtua yang baru saja menyambut kedatangan buah hati, ada kewajiban yang harus dipenuhi untuk kesehatan si kecil.
Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan kebijakan, di mana bayi yang baru lahir wajib mengikuti program Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK).
Program skrining ini, menurut Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, berlaku di seluruh fasilitas pelayanan kesehataan di Indonesia.
Melansir laman Rumah Sakit Universitas Indonesia, hipotiroid kongenital adalah sebuah kelainan yang disebabkan oleh kurangnya hormon tiroid pada bayi sejak di kandungan.
Hormon tiriod mempunyai peran yang penting, karena dibutuhkan dalam hal metabolisme dan aktivitas seluruh organ-organ tubuh.
Wajib Skrining Hipotiroid Kongenital
Anak yang mengalami hipotiroid kongenital akan mengalami masalah pada pertumbuhan dan perkembangan otaknya sejak dalam kandungan hingga tiga tahun pertama kehidupan.
Kasus hipotiroid kongenital seringkali ditemukan terlambat, sehingga anak cenderung mengalami keterbalakangan mental dan kemampuan IQ-nya di bawah 70.
Dante menjelaskan, diwajibkannya Skrining Hipotiroid Kongenital sebagai upaya pencegahan terjadinya kondisi ini.
“Mulai hari ini, semua bayi yang lahir di Indonesia harus diperiksa SHK untuk menjaring apabaila ada risiko kelainan dalam tumbuh kembang anak,” kata Wamenkes, dikutip dari Sehat Negeriku, Rabu (31/8/2022).
Dari skrining ini, akan diketahui dengan jelas mana bayi yang mengalami hipotiroid kongenital dan yang tidak.
Proses Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK)
Baca Juga: Cara Cepat Mengatasi Sariawan pada Bayi, Kenali Penyebabnya
Dijelaskan kalau Skrining Hipotiroid Kongenital, dilakuakn dengan mengambil sampel darah yang asalnya dari tumit bayi.
Skrining bisa dilakukan saat bayi berusia minimal 48 sampai 72 jam (2-3 hari) dan paling lambat 2 minggu. Pengambilan sampel harus dilakukan oleh tenaga kesehatan di layanan Kesehatan Ibu dan Anak.
Sampel darah yang diambil dari tumit sebanyak 2-3 tetes, kemudian akan dikirimkan ke laboratorium untuk diperiksa.
Bila hasil pemeriksaan dinyatakan positif, maka bayi perlu segera mendapatkan pengobatan sebelum memasuki usia 1 bulan.
Pengobatan sedini mungkin penting dilakukan agar anak tidak mengalami kecacatan, gangguan tumbuh kembang, serta mengalami keterbelakangan mental dan kognitif.
“Setetes darah tumit menyelamatkan hidup anak-anak bangsa. Karena begitu kita tahu kadar tiroidnya rendah langsung kita obati. Pengobatannya bisa berlangsung seumur hidup supaya mereka bisa tumbuh dan berkembang secara optimal,” jelas Dante.
Di Indonesia, Skrining Hipotiroid Kongenital bukan program baru dan sudah mulai dijalankan sejak 2008 lalu. Hanya saja, cakupannya masih belum maksimal.
Gejala Hipotiroid Kongenital
Melansir laman American Thyroid Association, karena terjadi sejak lahir, maka gejalanya sulit terdeteksi. Skrining satu-satunya cara untuk mengetahui apakah anak memiliki risiko atau tidak.
Namun, beberapa bayi mungkin menunjukkan gejala tertentu seperti berikut:
* Wajah yang tampak sembab
Baca Juga: Makanan Bayi, Ini Sumber MPASI Dapat DIberikan Untuk Mengusir Kembung
* Lidah besar dan tebal
* Terdapat bintik-bintik lunak besar di tengkorak
* Memiliki suara tangisan yang serak
* Perut buncit dengan keluarnya kantong pusar (hernia umbilikalis)
* Memerlukan alat bantu saat menyusu, karena sulit untuk menelan
* Penyakit kuning atau jaundice, yang terlihat pada mata dan kuning
Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) lebih baik dijalankan, meskipun bayi tidak menunjukkan gejala-gejala tersebut. (*)
Baca Juga: Popok Bisa Menjadi Awal Bayi dan Anak Terinfeksi Saluran Kemih (ISK), Ini Tips Penggunaan Popok
Source | : | rs.ui.ac.id,Sehat Negeriku |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar