GridHEALTH.id - Beberapa balita dan bayi saat sakit flu dan diberi obat sirup, mengalami masalah tidak bisa berkemih (tidak bisa kencing).
Lapor ke dokter ada yang diberikan perawatan malaria.
Hingga akhirnya beberapa anak meninggal dunia, yang ternyata akibat gangguan ginjal akut, yang disebabkan oleh obat sirup yang dikonsumsi.
Untuk diketahui, WHO telah mengeluarkan peringatan global atas empat sirup obat batuk yang terkait dengan kematian anak-anak di Gambia.
Produk-produk tersebut adalah Promethazine Oral Solution, Sirup Obat Batuk Kofexmalin Baby, Sirup Obat Batuk Makoff Baby dan Sirup Flu Magrip N - diproduksi perusahaan India, Maiden Pharmaceuticals, yang gagal memberikan jaminan mengenai keamanannya, kata WHO.
Dengan adanya peringatab WHO tersebut Pemerintah India membuka penyelidikan.
Kantor berita Reuters menyebut jumlah korban meninggal akibat gangguan ginjal akut hingga Rabu (19/10/2022) mencapai setidaknya 70 anak.
Meski penyelidikan mulai dilakukan, tapi para ibu ini tidak bisa mengembalikan anak-anaknya yang telah meninggal dunia.
Cerita Tentang Musa
Musa adalah satu dari 66 anak di Gambia yang diduga meninggal setelah diberikan obat batuk sirup yang "berpotensi dikaitkan dengan gagal ginjal akut", menurut Organisasi Kesehatan Dunia, WHO.
Kuyateh (30), Ibu Musa, mengatakan awalnya Musa sakit flu. Setelah melakukan pemeriksaan ke seorang dokter, ayahnya membeli obat sirup untuk mengatasi penyakitnya.
"Saat kami memberikannya obat sirup ini, flunya reda, tetapi obat ini menyebabkan masalah lainnya," kata Kuyateh dengan sedih.
"Anak saya tidak bisa mengeluarkan urin," jelasnya, seperti dilansir dari BBC News Indonesia (19/10/2022).
Mendapati hal itu Musa dilarikan ke rumah sakit. Di sana menjalani tes darah yang hasilnya bukan penyakit malaria.
Lalu Musa diberikan perawatan yang tidak berhasil, dan kemudian dipasangkan kateter, namun tetap saja urinnya tidak bisa keluar.
Akhirnya, Musa menjalani operasi . Tapi hasilnya tidak ada perubahan.
Akhirnya Musa tidak kuat, dia meninggal dunia.
Kini Kuyateh menuntut keadilan atas kematian Musa akibat obat sirup.
"Enam puluh enam merupakan angka yang besar. Jadi kami minta keadilan, karena korbannya adalah anak-anak tak berdosa," kata Kuyateh.
Bayi 5 bulan
Baca Juga: Pandemi Belum Berakhir, WHO Masih Nyatakan Covid-19 Kondisi Darurat Global
Selain dari orangtua Musa, ada lagi tuntutan keadilan dari orangtua Aisha, bayi beruasia 5 bulan.
Sang ibu, Mariam Sisawo (28), menceritaka kisah sedih yang menimpa Aisha.
Saat itu, pagi hari Aisha tak bisa buang air kecil setelah diberikan sirup obat batuk.
Di rumah sakit menurut dokter, tak ada yang salah dengan kandung kemih putri Aisha.
Lalu Aisha pun dirujuk ke sebuah rumah sakit di ibu kota Banjul, jaraknya 36 kilometer dari rumahnya di Brikama.
Sayang, setelah 5 hari menjalani perawatan Aisha meninggal dunia.
"Putri saya mengalami kematian yang menyakitkan. Pada saat tertentu ketika dokter ingin memasang infus, mereka tak dapat melihat pembuluh darahnya. Saya sendiri dan dua perempuan lain di ruang yang sama telah kehilangan anak.
"Saya punya dua anak, dan Aisha satu-satunya perempuan. Suami saya sangat bahagia dengan kelahiran Aisha, dan dia masih belum bisa menerima kematiannya," jelas Mariam.
Salah Perawatan
Kisah lain datang dari Isatou Cham, yang sangat terpukul dengan kematian Muhammed, putranya yang baru berusia 2,5 tahun.
Menurut sang ayah, Alieu Kijera, Muhammed dibawa ke rumah sakit saat demam dan tak bisa buang air kecil.
Tapi para dokter memberikan perawatan penyakit malaria kepada Muhammed, kemudian kondisinya semakin memburuk.
Tim medis kemudian mengatakan Muhammed harus dirawat di Senegal - negara tetangga - di mana layanan kesehatannya dianggap lebih baik.
Awalnya ada pemulihan sementara, tapi tak juga berhasil menyelamatkan nyawanya.
Kini Kijera marah dengan negaranya yang tidak memiliki sistem layanan kesehatan yang memadai, dan dia terpaksa berobat ke luar negeri.
"Kalau saja ada peralatan dan pengobatan yang benar, maka anak saya dan anak-anak lainnya bisa diselamatkan," katanya.
Fasilitas Kesehatan di Gambia
Untuk diketahui, seperti diberitakan BBC, Gambi tak punya laboratorium yang mampu menguji apakah obat-obat yang digunakan aman, sehingga mereka harus mengirimnya ke luar negeri untuk memeriksanya.
Hal ini disampaikan direktur layanan kesehatan Gambia, Mustapha Bittay kepada program BBC's Focus on Africa.
Jumat lalu, Presiden Adama Barrow mengatakan, negaranya berencana mendirikan laboratorium semacam itu.
Dalam siaran televisi, ia juga memerintahkan menteri kesehatan untuk mengkaji aturan dan pedoman yang terkait dengan impor obat-obatan.
Semoga tidak terjadi hal serupa di Indonesia.(*)
Baca Juga: Disebut Ibu Dari Berbagai Penyakit, Cara Mencegah Diabetes Sejak Dini
Source | : | BBC-gambia |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar