Baca Juga: Penyembuhan Kanker Paru, Bisakah dengan Pengobatan Alternatif?
Mengenai hal itu, menurut dr. Anto, SpA, dilansir dari milissehatyop.org (13/01/2010), antibiotik dapat mengganggu keseimbangan antara bakteri “baik” dan “buruk” dalam saluran pencernaan.
Jika ini terjadi, menyebabkan bakteri yang berbahaya dapat tumbuh melebihi jumlah seharusnya.
Antibiotik Sebabkan Diare
Ujung-ujungnya bisa menyebabkan diare. Ya, diare karena antibiotik.
Sebagian besar diare karena antibiotik tidak berat dan berheti setelah anda menghentikan pemakaian antibiotik.
Tetapi kadang kala penderita dapat mengalami colitis, radang usus besar, atau bentuk kolitis yang lebih berat, yaitu kolitis pseudomembranosa.
Keduanya dapat menyebabkan sakit perut, demam dan diare berdarah.
Terdapat tatalaksana yang efektif untuk diare ringa karena antibiotik dan kolitis karena antibiotik. Salah satunya dengan mengonsumsi suplemen bakteri baik atau makan yoghurt.
Penting diketahui, pada kasus diare karena antibiotik, ada tanda-tanda dan gejala yang bisa diketahui.
Umumnya, karena mengalami sedikit perubahan jumlah bakteri dalam saluran pencernaan pasien akan mengalami tinja menjadi lunak atau frekuensi BAB lebih sering dari biasanya.
Gejala tersebut umumnya muncul dalam waktu lima sampai 10 hari setelah memulai mengonsumsi antibiotik dan berakhir dalam waktu dua minggu setelah berhenti minum antibiotik.
Baca Juga: Penyembuhan Kanker Paru, Bisakah dengan Pengobatan Alternatif?
Ketika pertumbuhan bakteri berbahaya berlebih maka dapat mengalami tanda dan gejala kolitis atau kolitis pseudomembranosa, seperti:
* diare berair
* sakit perut dan kram
* Demam, sering lebih tinggi dari 101 F (38,3 C)
* nanah di tinja
* darah di tinja
* Mual
* Dehidrasi.(*)
Baca Juga: Apakah Wanita Bisa Mengalami Kanker Prostat, Berikut Alasannya
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar