GridHEALTH.id - Diare merupakan kondisi terjadinya frekuensi defekasi (buang air besar) lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi feses cair.
Pada anak kondisi ini rentan terjadi. Pada anak diare defekasi bisa sampai >10g/kg/24 jam.
Asal tahu saja, diare masih hingga kini masih menjadi masalah serius dalam kesehatan, terlebih di nagera berkembang, termasuk Indonesia.
Asal tahu saja, si seluruh dunia penyakit diare merupakan penyebab utama angka kesakitan dan
kematian pada anak-anak, dengan 1,5 milyar kejadian dan diperkirakan setiap tahunnya.
Angka kematian sebesar 1,5 sampai 2,5 juta di antara anak-anak berusia di bawah 5 tahun.
Baca Juga: Arti Jerawat di Dekat Mata, Ini Penyebab dan Trik Mengatasinya
Pun, diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia 24%, untuk golongan anak 1-4 tahun penyebab kematian karena diare 25,2% dibanding pneumonia 15,5%.
Di negara berkembang diare akut merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak.
Diare Akut
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja mejadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu.
Baca Juga: Tanpa Disadari dan Sering Dilakukan, Ternyata Beberapa Hal ini Memicu Berat Badan Naik Drastis
Ada banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare akut, termasuk sindroma malabsorpsi.
Pada banyak kejadian kasus, tidak sedikit yang mengobati diare, tak terkuasi diare akut dengan antibiotik.
Padahal, antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut, oleh karena sebagian besar diare disebabkan oleh infeksi rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat dibunuh dengan antibiotika. Hanya sebagian kecil (10 – 20%) yang disebabkan oleh bakteri patogen seperti V. cholera, Shigella, Enterotoksigenik E. coli, Salmonella, Camphylobacter dan sebagainya.
Mengenai penggunaan antibiotik untuk diare akut, dr. Windhi Kresnawati, SpA, dikutip dari laman milissehatyop.org (22/08/2011), menjelaskan diare akut pada anak umumnya disebabkan oleh virus.
Infeksi virus tidak dapat disembuhkan dengan antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat memperpanjang lama diare, menimbulkan kekebalan terhadap antibiotik, dan berisiko menderita efek samping obat.
Baca Juga: Deteksi Kanker Sering Terlambat, Tingkatkan Beban Biaya Pengobatan Masyarakat
Diare akut didefinisikan sebagai diare cair yang berlangsung kurang dari 10 hari.
Antibiotik dapat digunakan pada diare dengan kondisi berikut ini:
1. Tersangka Kolera (anak dehidrasi berat dengan tinja seperti air cucian beras)
2. Tersangka Disentri basiler (anak demam tinggi, tinja berdarah)
3. Terbukti infeksi Giardia lambia dari hasil analisa tinja.
Baca Juga: Penyebab Kematian Aaron Carter, Dirinya Mengidap Body Dysmorphic Disorder Sudah Lama
4. Terbukti infeksi Amubiasis dari hasil analisa tinja.
Antibiotik pada diarea akut tidak akan mempercepat penyembuhan, antibiotik juga tidak dapat mencegah diare.
Jadi antibiotik hanya diindikasikan untuk diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
Tapi ingat, meski pemakaian antibiotik yang baik berlaku untuk semua umur, antibiotik untuk populasi pediatrik perlu memperoleh perhatian khusus karena kecenderungan pemakaian yang
berlebihan.
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dalam hal indikasi, maupun cara pemberian dapat merugikan penderita dan dapat memudahkan terjadinya resistensi terhadap antibiotik serta dapat menimbulkan efek samping.
Baca Juga: Penyembuhan Kanker Paru, Bisakah dengan Pengobatan Alternatif?
Mengenai hal itu, menurut dr. Anto, SpA, dilansir dari milissehatyop.org (13/01/2010), antibiotik dapat mengganggu keseimbangan antara bakteri “baik” dan “buruk” dalam saluran pencernaan.
Jika ini terjadi, menyebabkan bakteri yang berbahaya dapat tumbuh melebihi jumlah seharusnya.
Antibiotik Sebabkan Diare
Ujung-ujungnya bisa menyebabkan diare. Ya, diare karena antibiotik.
Sebagian besar diare karena antibiotik tidak berat dan berheti setelah anda menghentikan pemakaian antibiotik.
Tetapi kadang kala penderita dapat mengalami colitis, radang usus besar, atau bentuk kolitis yang lebih berat, yaitu kolitis pseudomembranosa.
Keduanya dapat menyebabkan sakit perut, demam dan diare berdarah.
Terdapat tatalaksana yang efektif untuk diare ringa karena antibiotik dan kolitis karena antibiotik. Salah satunya dengan mengonsumsi suplemen bakteri baik atau makan yoghurt.
Penting diketahui, pada kasus diare karena antibiotik, ada tanda-tanda dan gejala yang bisa diketahui.
Umumnya, karena mengalami sedikit perubahan jumlah bakteri dalam saluran pencernaan pasien akan mengalami tinja menjadi lunak atau frekuensi BAB lebih sering dari biasanya.
Gejala tersebut umumnya muncul dalam waktu lima sampai 10 hari setelah memulai mengonsumsi antibiotik dan berakhir dalam waktu dua minggu setelah berhenti minum antibiotik.
Baca Juga: Penyembuhan Kanker Paru, Bisakah dengan Pengobatan Alternatif?
Ketika pertumbuhan bakteri berbahaya berlebih maka dapat mengalami tanda dan gejala kolitis atau kolitis pseudomembranosa, seperti:
* diare berair
* sakit perut dan kram
* Demam, sering lebih tinggi dari 101 F (38,3 C)
* nanah di tinja
* darah di tinja
* Mual
* Dehidrasi.(*)
Baca Juga: Apakah Wanita Bisa Mengalami Kanker Prostat, Berikut Alasannya
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar