GridHEALTH.id - Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan masalah kesehatan paru yang serius.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia mengatakan, setidaknya ada 384 juta pengidap penyakit PPOK di dunia.
Perlu mendapat perhatian lebih, karena penyakit paru obstruktif kronis juga menjadi penyebab kematian nomor tiga di dunia.
Defisini PPOK dan gejalanya
Dokter Spesialis Paru Konsultan, dr Arief Bakhtiar, Sp.P(K), menjelaskan penyakit paru obstruktif kronis adalah kondisi paru heterogen yang disertai dengan gangguan pernapasan kronik.
Saat berada di fase PPOK, terjadi hambatan pada aliran udara yang menetap dan semakin lama kondisinya memberat. Ini paling sering terdeteksi pada usia lanjut.
Kondisi ini, paling berisiko dialami oleh perokok aktif maupun pasif, orang dengan genetik atau keturunan, paparan debu industri, paparan asap baik indoor maupun outdoor, dan frekuensi mengalami infeksi saluran napas saat masih kecil.
Seperti apa gejala PPOK yang perlu diwaspadai oleh masyarakat?
"Gejala khas dari PPOK adalah sesak napas, kemudian bisa batuk berdahak sangat lama. Pada pasien tertentu, menganggap batuk dan sesaknya biasa karena sudah tua," kata dokter Arief dalam konfrensi pers virtual Hari Penyakit Paru Obstruktif, Rabu (16/11/2022).
"Atau batuk dan sesak karena merokok, itu diwaspadai. Justru dari situlah PPOK berawal," sambungnya.
Gejala PPOK yang lainnya produksi dahak atau mengalami mengi alias suara yang terdengar saat bernapas.
Baca Juga: 5 Gejala Umum Kanker Paru, Batuk Hingga Turunnya Berat Badan
Pengobatan penyakit paru obstruktif kronis seumur hidup
Apabila mengalami gejala-gejala tersebut, dokter Arief mengingatkan untuk segera melakukan pemeriksaan.
Skrining awal diperlukan dan kemudian dokter akan menjalankan pemeriksaan penunjang spirometri sebelum memberikan diagnosis.
Jika sudah didiagnosis mengalami penyakit paru obstruktif kronis, maka pasien perlu menjalankan pengobatan seumur hidup.
"Sekali terdiagnosis PPOK, maka selamanya melekat. Terapi bisa meliputi farmakologi dan non-farmakologi," kata dokter Arief.
Baca Juga: Pneumonia Disebut Sebagai Pandemi yang Terlupakan, Kenali Risiko Pneumonia di Lingkungan Pekerja
Dijelaskan lebih lanjut, tujuan dari pengobatan yakni untuk membantu menghilangkan gejala harian agar tidak terlalu berat. Sehingga pasien bisa beraktivitas dan meningkatkan kesehatan pasien.
"Kemudian (tujuan) mengurangi risiko, mencegah perkembangan penyakit lebih lanjut, mengobati kekambuhan karena ada masa-masa saat kambuh, juga untuk mengurangi angka kematian," jelasnya.
Bila penyakit ini tak segera diobati, maka fungsi paru akan menurun dengan cepat.
Pengidap penyakit paru ini mudah mengalami sesak napas dan berdampak pada kualitas hidupnya.
"Yang terburuk adalah terjadinya gagal napas, kondisi paru tidak bisa mengeluarkan karbondioksida dan mengambil oksigen dengan baik," pungkas dokter Arief. (*)
Baca Juga: Tidak Semua Perokok Mengalami Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Source | : | webinar |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar