GridHEALTH.id - HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga daya tubuh semakin melemah dan rentan diserang berbagai penyakit.
HIV yang tidak cepat ditangani akan berkembang menjadi AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome).
Pada kondisi ini merupakan stadium akhir dari infeksi HIV dan tubuh sudah tidak mampu untuk melawan infeksi yang ditimbulkan.
Penyakit HIV/AIDS tidak bisa disembuhkan.
Meski demikian, bukan berarti hal tersebut menjadi halangan bagi ODHA (orang dengan HIV dan AIDS) untuk mendapatkan perawatan medis.
Perkembangan infeksi virus di dalam tubuh masih dapat dikendalikan dengan terapi yang tepat.
Tak sedikit orang yang terinfeksi penyakit ini jadi merasa terasingkan.
Bahkan, ada yang memilih untuk mengakhiri hidupnya karena tak bisa sembuhkan penyakit HIV/AIDS.
Salah satunya datang dari kisah nyata penyintas HIV/AIDS dari seseorang yang justru berjuang dengan penyakitnya tersebut.
Ayu Oktariani ini adalah salah satu orang yang terinfeksi HIV dan berani untuk berbagi cerita.
Ia percaya jika pengidap HIV bisa beraktivitas dengan normal dan mematahkan stigma buruk mengenai HIV itu sendiri.
"Saya terinfeksi HIV tahun 2009 dari pasangan saya yang dulunya adalah pengguna Napza untuk jenis putau."
"Jadi waktu itu saya adalah orang yang tidak paham informasi, saya hanya mengetahui HIV bisa menular lewat hubungan seks dan tidak tau bisa melalui pengguna Napza, " ujarnya kepada CNNIndonesia.com di Erasmus Huis, Kedutaan Besar Kerajaan Belanda, Kamis (30/11/2021).
Ayu melakukan pengecekan tersebut asal dasar saran temannya karena sang suami yang memiliki sejarah menggunakan narkoba.
Sesuai dengan Standard Operation Procedure (SOP) layanan kesehatan, jika seseorang terinfeksi maka istri, anak, atau suami harus menjalani pemeriksaan.
"Saya sudah ada ciri-ciri karena saya mengalami penurunan berat badan drastis hingga saya hanya berat 35 kg. Kemudiam ada jamur di lidah dan diare. Sebenarnya ciri-ciri seperti penyakit biasa, jadi memang sulit untuk dijelaskan," ujarnya.
Hingga akhirnya, Ayu mendapatkan kabar dirinya positif HIV dan suami meninggal pada tahun 2009 silam.
Pada 2014, Ayu kembali menikah dan justru mendapat dukungan dari sejumlah pihak hingga akhirnya memiliki support system dari keluarga.
"Kalau ditanya kenapa bisa sesehat ini karena terapi ARV. Terapi tersebut sangat penting, kalau disuruh minum ya diminum. Diminum seumur hidup dan tepat waktu jangan sampai terlambat," ujarnya.
Perilaku diskriminatif dari masyarakat juga pernah dialaminya. Ia takut untuk bertemu bahkan bercerita kepada orang.
Baca Juga: Dianggap Orang Pertama Sebagai Penyintas HIV, Profesinya Pramugara
Ayu bersama suami dan anak yang kini tinggal di Bandung menyebutkan bahwa layanan HIV tersebar di hampir semua rumah sakit rujukan pemerintah, namun PPIA hanya terdapat di satu rumah sakit.
"Pencegahan penularan HIV harus membuka mata masyarakat kalau orang dengan HIV punya anak sehat, kita bisa melahirkan anak sehat. Yang saya kritisi ialah PPIA dan dokter yang hanya ada satu padahal kebutuhannya besar," tambahnya.
Kini, Ayu menjabat sebagai dewan di Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) dan bertugas dalam monitoring.
Sebelum aktif dengan IPPI ia 'terjun langsung di lapangan' dengan menjadi pendukung sebaya di rumah sakit ketika masih di Jakarta.
Itulah kisah nyata penyintas HIV/AIDS yang berjuang dan berhasil masuk dalam komunitas untuk membangkitkan semangat para penyandang.
Baca Juga: Kisah Jimmy, Penyandang HIV/AIDS yang Sempat Putus Asa dan Akhirnya Jadi Relawan
Baca artikel CNN Indonesia "Cerita Ayu Oktariani Berjuang Menghadapi HIV AIDS" selengkapnya di sini: https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20171201061043-255-259416/cerita-ayu-oktariani-berjuang-menghadapi-hiv-aids.
Download Apps CNN Indonesia sekarang https://app.cnnindonesia.com/
Penulis | : | Magdalena Puspa |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar