GridHEALTH.id - Beginilah kisah nyata penyintas HIV/AIDS yang merupakan seorang ibu.
Mengidap HIV/AIDS tentunya jadi tantangan terberat untuk mereka sebagai penyintas.
Bukan hanya menanggung beban untuk bisa sembuhkan penyakitnya.
Namun, ada banyak diskriminasi dari orang-orang sekitar tentang penyakit yang bersarang dalam tubuh mereka.
Terlebih, bagi para ibu yang juga mengidap HIV/AIDS.
Kekhawatiran soal penularan virus kepada sang buah hati jadi masalah terbesar.
Hal ini pun dialami wanita bernama Radias Hages Trianda atau yang kerap disapa Hages Budiman.
Dirinya sudah jadi penyintas HIV sejak 2006 silam.
Hages terinfeksi HIV karena dari mendiang suami pertamanya.
"40 hari setelah saya melahirkan, ternyata dia mulai sakit. Dokter curiga ada virus di dalam tubuhnya. Ketika dicek, ternyata benar dia sudah HIV positif," ungkap Hages.
Sama dengan pengidap HIV lainnya, Hages merasakan pada 2006 tersebut jadi titik terendah untuknya.
Baca Juga: Kisah Penyintas HIV yang Berjuang Lawan Penyakit Saat Ingin Melahirkan
"Saya sebenarnya sudah sangat menerima itu, tapi yang tidak bisa saya terima itu adalah anak saya yang sempat terinfeksi juga."
"Itulah yang benar-benar membuat saya terpuruk. Merasa menjadi gagal," paparnya.
Setelah 18 bulan melakukan kontrol ke dokter, sang anak justru dinyatakan negatif terjangkit HIV.
Hingga akhirnya, Hages kembali menikah dengan seorang pria yang juga bergerak di komunitas HIV Kuldesak.
Sadari sang suami juga pengidap HIV, Hages justru yakin kehidupan berkeluarganya akan sama seperti dengan manusia lainnya.
"Someday kalo kita menikah, nanti walaupun kita sama-sama HIV positif kita bisa menjalankan hidup kita sama seperti orang-orang yang non HIV," ujar Hages.
Ibu empat anak ini juga mengaku sempat trauma untuk bisa kembali memiliki anak.
Namun nyatanya, ia justru kembali dikaruniai anak yang benar-benar tidak terinfeksi HIV seperti Hages dan suami.
Hages mengaku dirinya tak mudah menjalani kehidupan menjadi ibu yang memiliki status sebagai pengidap HIV positif.
"Dengan kita memiliki alasan memilih bertahan hidup dan bangkit dari keterpurukan, kita harus mempunyai keberanian."
"Sebab penjara yang paling kejam adalah ketakutan diri sendiri," tutur Hages.(*)
Baca Juga: Kisah Penyintas HIV, 14 Tahun Hidup Berjuang Melawan Penyakit
Source | : | YouTube |
Penulis | : | Magdalena Puspa |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar