Obat Cina untuk DBD dapat digunakan sebagai obat pendamping yang membantu untuk meningkatkan imunitas tubuh.
Salah satu obat Cina untuk DBD yang sudah terkenal luas dan menjadi OTC adalah Fufang Ejiao, namun ternyata selain obat ini, ada juga obat Cina untuk DBD yang juga sudah dikenal luas, yaitu angkak.
Angkak dikenal dalam bahasa Cina sebagai Hongqu Mi, yang merupakan hasil fermentasi beras putih dengan ragi Monascus purpureus, sehingga warnanya menjadi merah, sehingga angkak dikenal juga dengan istilah beras ragi merah.
Di Cina sendiri beras ragi merah ini seringkali dijadikan sebagai bumbu untuk banyak makanan, yang dipercaya baik untuk tubuh.
Semakin luas berkembang, angkak seringkali dijadikan sebagai suplemen makanan yang dipercaya dapat menurunkan kadar kolesterol, karena kandungan zat monacolin, yang bekerja menurunkan kadar kolesterol dengan cara mengurangi produksi kolesterol oleh hati.
Baca Juga: Korban Ciki Ngebul di Tasik yang Lambungnya Bocor Meminum Nitrogen Cair yang Tersisa
Penelitian lainnya telah menemukan bahwa angkak bermanfaat untuk mencegah penyakit atau gangguan metabolisme, serta mampu meredakan peradangan, hingga membantu menurunkan risiko pertumbuhan dan penyebaran sel kanker.
Sedangkan terkait dengan DBD, angkak sudah lama dijadikan obat Cina untuk DBD di Indonesia, karena dipercaya dapat meningkatkan kadar trombosit pasien demam berdarah.
Dari hasil penelitian diketahui pasien yang dirawat di rumah sakit sekaligus konsumsi obat Cina untuk DBD ini, menunjukkan peningkatan jumlah trombosit yang lebih banyak daripada pasien yang tidak mengonsumsinya.
Begitupun dengan penelitian pada tikus yang diberikan angkak dan terjadi peningkatan hingga lebih dari 150 persen.
Tapi ketahuilah, ada beberapa efek samping dari konsumsi angkak yang perlu diwaspadai, seperti perut terasa tidak nyaman, sensasi panas di bagian atas perut dekat dada, peningkatan jumlah gas di perut, dan sakit kepala.
Karenannya angkak tidak boleh dikonsumsi untuk ibu hamil dan menyusui, karena dapat memengaruhi perkembangan janin dan kualitas air susu ibu.
Source | : | WHO,Toutiao,Primaya Hospital |
Penulis | : | Vanessa Nathania |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar