Melansir dari Antara (05/02/2023), Dinkes pun sedang melakukan penyelidikan epidemiologi dengan memeriksa riwayat konsumsi obat, seperti obat progresivitas penyakit yang dialami pasien.
Baca Juga: BPOM Pertanyakan Legalitas Tim Pencari Fakta GGAPA, Penny K Lukito Klaim Sudah Kerja Sesuai Tugas
Penelusuran ini pun melibatkan pakar untuk melakukan kajian teknis keterkaitan obat yang diminum dengan faktor pemicu gagal ginjal akut, seperti senyawa kimia pelarut obat eliten glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
“Memang benar, kasus meninggal satu orang, dan kami masih dalam proses pengumpulan informasi. Kami lakukan penyelidikan epidemiologi, mengumpulkan data pendukung berupa sampel obatnya,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes DKI Jakarta, Dwi Oktavia.
Seperti yang telah banyak diinformasikan sebelumnya, penggunaan EG dan DEG yang aman adalah kurang dari 0,1 persen pada obat. Indonesia sendiri tercatat hingga November 2022, memiliki total 324 kasus gangguan ginjal akut akibat cemaran EG/DEG pada produk obat sirop dengan sebanyak 200 pasien meninggal dan 111 lainnya sembuh.
Menanggapi hal ini, Kementerian Kesehatan yang telah mendapatkan laporan kasus baru Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA), setelah tidak adanya kasus baru sejak awal Desember tahun lalu merespons dengan langkah antisipatif berikut ini.
“Penambahan kasus tercatat pada tahun ini, satu kasus konfirmasi GGAPA dan satu kasus suspek” ujar Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. M Syahril, Senin (6/2) di Jakarta.
Dua kasus tersebut dilaporkan oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Kemenkes meminta agar Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah lain untuk aktif memantau pasien dengan gejala GGAPA, dan segera merujuk ke rumah sakit yang telah ditunjuk Kemenkes untuk menangani pasien tersebut. “Saat ini sedang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sampel obat dan darah pasien” jelas dr. Syahril.
Pemerintah melakukan tindakan antisipatif dalam menentukan penyebab dua kasus GGAPA baru yang dilaporkan. Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan berbagai pihak mulai dari IDAI, BPOM, Ahli Epidemiologi, Labkesda DKI, Farmakolog, para Guru besar dan Puslabfor Polri melakukan penelusuran epidemiologi untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut.
Langkah selanjutnya adalah Kementerian Kesehatan akan kembali mengeluarkan surat kewaspadaan kepada seluruh Dinas Kesehatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Organisasi Profesi Kesehatan terkait dengan kewaspadaan tanda klinis GGAPA dan penggunaan Obat Sirop meskipun penyebab kasus baru ini masih memerlukan investigasi lebih lanjut.
Dalam rangka kehati-hatian, meskipun investigasi terhadap penyebab sebenarnya kasus ini masih berlangsung, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah mengeluarkan perintah penghentian sementara produksi dan distribusi obat yang dikonsumsi pasien hingga investigasi selesai dilaksanakan. Terkait perintah penghentian sementara dari BPOM, industri farmasi pemegang izin edar obat tersebut telah melakukan voluntary recall (penarikan obat secara sukarela).
BPOM telah melakukan investigasi atas sampel produk obat dan bahan baku baik dari sisa obat pasien, sampel dari peredaran dan tempat produksi, serta telah diuji di laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPPOMN). BPOM juga telah melakukan pemeriksaan ke sarana produksi terkait Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Dengan dilaporkannya tambahan kasus baru GGAPA, hingga 5 Februari 2023 tercatat 326 kasus GGAPA dan satu suspek yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia. Dari sejumlah tersebut 116 kasus dinyatakan sembuh, sementara enam kasus masih menjalani perawatan di RSCM Jakarta. (*)
Baca Juga: Belajar dari Kasus AKI, Ini 7 Cara Menjaga Kesehatan Ginjal Anak yang Bisa Diusahakan Orangtua
Source | : | ANTARA News,Kemenkes RI |
Penulis | : | Vanessa Nathania |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar