GridHEALTH.id - Kanker payudara berada di urutan pertama dengan kasus yang paling banyak dialami wanita.
Data dari The Global Cancer Observatory 2021, menunjukkan di Indonesia ada 65.858 kasus baru per tahun.
Prevalensi atau angka kejadian kematiannya juga terbilang tinggi, yakni sekitar 22.430 orang.
Dokter Spesialis Bedah Konsultan Onkologi, Dr. dr. Samuel Haryono, Sp.B(K) Onk, mengingatkan, pentingnya deteksi dini dalam kasus kanker payudara.
Ia mengatakan, jika terdeteksi sejak awal, maka harapan hidup wanita penyintas kanker akan lebih besar karena kondisinya cenderung belum parah.
Bahkan, bisa sama dengan orang lain yang kondisi kesehatannya sama sekali tidak terganggu.
"Kalau deteksi awal, diobati awal, itu nolong banget. Semua payudaranya utuh, jarang kambuh," kata dokter Samuel dalam konferensi pers Hari Kanker Sedunia MRCCC Siloam, Jakarta, Selasa (7/2/2023).
"Kalau stadiumnya masih awal, maka survival rate akan sama dengan teman SD atau SMP yang sehat sekarang," sambungnya.
Kekambuhan yang jarang terjadi disebabkan oleh kanker yang sifatnya masih lokal, belum menyebar ke bagian lainnya.
Terkait pentingnya deteksi dini kanker payudara juga ditegaskan oleh dr. Jeffery Beta Tenggara, Sp.PD - KHOM, selaku Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Hemato-Onkologi.
"Early detection save live. Kita lihat perbandingannya, survival ratesnya kalau bisa ditemukan pada stadium yang awal, survival ratenya sangat tinggi dibandingkan jika ditemukan dalam kondisi yg berat stadium 4," ujarnya.
Baca Juga: Peran Genetika Terhadap Kemungkinan Wanita Terpapar Kanker Payudara
Sebagai informasi, jika kanker payudara terdeteksi pada stadium 0-1 peluang sembuh dan harapan hidup masih 100%.
Namun, terlihat terjadi penurunan jika sudah memasuki stadium berikutnya.
Pada stadium 2-3 survival ratenya berkurang menjadi 72-93%, sementara jika sudah memasuki stadium 4, sangat rendah sekitar 22%.
Menurut dokter Jeffery, cara deteksi kanker payudara paling mudah dilakukan dan secara mandiri di rumah adalah periksa payudara sendiri atau dikenal dengan SADARI.
"Payudara adalah barang yang ada di luar, beda dengan usus, paru, itu di dalam. Artinya pada saat mandi bisa memegang sendiri," katanya.
Ia menegaskan, sehingga saat ada benjolan yang menjadi tanda awal penyakit ini dapat terasa.
Selain melalui SADARI, deteksi dini juga dapat dilakukan melalui SADANIS atau Pemeriksaan Payudara Klinis.
Ini bisa dilakukan dengan metode pemeriksaan darah, USG payudara, dan juga mamografi.
"USG menggunakan alat seperti ibu hamil, sesimpel itu, tidak mengandung radiasi," kata dokter Jeffery.
Pemeriksaan ini dilakukan pada wanita usia muda, yang berusia di bawah 45 tahun.
"Sedangkan mamografi ditujukan untuk orang yg usianya lebih lanjut, di atas 45 tahun," pungkasnya.
Tapi, ada kalanya pemeriksaan USG dan mamografi dilakukan bersama agar hasilnya bisa saling melengkapi. (*)
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar