GridHEALTH.id – Gideon Tengker, yang merupakan ayah dari Nagita Slavina dan mantan suami dari Rieta Amalia kembali hadir ke publik dan mengatakan akan menggugat harta gono-gini selama pernikahannya, hingga berencana menggunakan jalur hukum.
Sebelumnya, Gideon juga sempat curhat melalui akun media sosialnya dan menyebut pernah dipaksa masuk RSJ, meski dirinya merasa tidak memiliki gangguan apapun.
Tapi anaknya sendiri, Nagita menyebutkan Gideon telah lama sakit pada pembuluh saraf otak hingga harus minum obat secara rutin.
Lalu, bagaimana sebenarnya gangguan kejiwaan dengan fungsi otak berkaitan? Kapan seseorang harus dimasukkan ke dalam RSJ? Simak penjelasan lengkapnya di bawah ini.
Sekitar tahun 2020, ayah Nagita Slavina yang sudah lama bercerai dari Rieta Amalia ini sempat menghebohkan publik karena mengakui dipaksa masuk Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Dharmawangsa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Baca Juga: 6 Ciri Psikopat yang Mudah Dikenali, Termasuk Gangguan Kejiwaan?
Mengaku dimasukkan paksa ke Rumah Sakit Jiwa, Gideon menyebut salah diagnosa hingga membuatnya harus disuntik dan menelan obat-obatan yang merusak dan melemahkan otaknya.
Setelah pernyataan dari Gideon ini, Nagita Slavina bersama Rieta Amalia membuat klarifikasi mengenai kondisi yang terjadi dan mengakui bahwa Gideon sudah lama sakit, bahkan sejak Nagita masih berada di jenjang sekolah dasar.
Berdasarkan penjelasan Nagita di akun YouTubenya, RANS Entertaiment (03/09/2020), dikatakan papanya ini sudah diwajibkan minum obat akibat penyakit gangguan syaraf di otaknya dan jika tidak maka akan kambuh, emosinya pun menjadi tidak stabil.
Terbaru, Gideon kembali muncul ke publik dan menyebutkan akan menggugat Rieta Amalia atas harta gono-gini yang dikatakan menjadi haknya, pada Minggu (12/02/2023).
“Saya mau memperjuangkan hak saya, karena saat ini waktu yang tepat buat memperjuangkan hak saya dan banyak kendala setelah saya perjuangkan,” ujar Gideon beberapa waktu lalu, mengutip Kompas (12/02/2023).
“Kami hadir di sini bersepakat bahwa sudah saatnya yang tepat Om Dion menuntut meminta hak-hak selama masa perkawinan dari 1986. Jadi apa yang menjadi hak Om Dion apa yang kami perjuangkan di sini,” kata kuasa hukum Gideon, Erles Rarelal.
Rencananya Gideon Tengker akan mengajukan gugatan perdata itu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 15 Februari 2023 mendatang.
Tidak disebutkan dengan jelas oleh Nagita mengenai jenis penyakit yang diderita Gideon, namun jika benar seseorang memiliki gangguan pada saraf otak maka tidak heran akan berpengaruh pada gangguan kejiwaan.
Mengutip dari laman ugm.ac.id (02/02/2023), dikatakan gangguan kejiwaan berkaitan dengan sistem kerja tubuh, khususnya otak.
Ada beragam penyebab otak tidak berfungsi dengan normal, seperti kondisi genetik, luka pada otak, adanya infeksi dan tumor, adanya efek dari tekanan yang berkepanjangan, hingga adanya racun atau zat berbahaya.
Baca Juga: 10 Jenis Gangguan Kejiwaan dan Cirinya yang Mudah Dikenali, Salah Satunya Diidap Gideon Tengker?
Orang dengan gangguan jiwa memiliki beragam jenis dan bentuknya, namun bukan hanya karena stres yang dihadapi, melainkan hasil dinamika kompleks antara tingkat kerentanan seseorang dan tekanan yang dialami seseorang.
Beberapa sirkuit di otak mendasari semua fungsi otak jika tidak berfungsi dengan normal akan memicu munculnya tanda-tanda dan gejala penyakit kejiwaan, hasilnya keenam fungsi otak (berpikir, persepsi, emosi, signaling, fisik, dan perilaku) akan terganggu.
Sebagai tambahan informasi, BPJS Kesehatan menanggungg perawatan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif sesuai indikasi medis. Contohnya rehabilitasi medis dan konseling dengan psikolog di fasilitas kesehatan.
Melansir dari laman Persi (Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia) menyebutkan rawat inap untuk orang dengan gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa (RSJ), pasien akan menjalani beberapa tahapan dan ditargetkan sembuh dalam perawatan inap selama 42 hari.
Diawali dengan perawatan di ruang intensif, penderita gangguan jiwa yang masih mengalami gejala seperti gelisah, cenderung mengamuk dan emosinya belum terkontrol akan mendapatkan perawatan selama kurang lebih satu minggu.
Baca Juga: Faktor Penyebab Anak Menjadi Autis, dan Cara Tepat Merawat Mereka
Di ruang intensif, pasien akan mendapatkan pengawasan dan pemberian obat yang lebih intensif.
Kemudian pasien yang sudah bisa bersosialisasi dan berinteraksi bisa mendapatkan perawatan di ruangan intermediet dengan tetap ada pengarahan dari petugas.
Biasanya perawatan di ruang ini berlangsung dua pekan. Jika pasien telah menunjukkan perubahan signifikan, maka pasien dapat mengikuti rangkaian kegiatan di ruangan rehabilitasi mental berupa serangkaian kegiatan kemandirian, seperti diajarkan berkebun, bertani, pertukangan, dan mendapatkan siraman rohani sesuai dengan agama yang dianut.
Bagi keluarga akan diundang sesekali untuk melihat aktivitas yang dilakukan selama pasien mengikuti kegiatan di ruang rehabilitasi mental, dengan tujuan jika pasien sudah keluar dapat memperlakukannya seperti yang dilakukan di RSJ.
Perlu diingat, penderita gangguan kejiwaan ini bisa kumat kembali jika salah penanganannya, sehingga diperlukan perawatan tuntas untuk mengatasi jiwa pasien hingga siap kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat. (*)
Baca Juga: Angelina Sondakh Harus Ikhlas, Ibunya Memiliki Gejala ODGJ dan Demensia
Source | : | BPJS Kesehatan,kompas,Tribun Cirebon,ugm.ac.id |
Penulis | : | Vanessa Nathania |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar