Saat ini pun, kata Slamet, sudah banyak regulasi yang mendukung pengembangan Fitofarmaka.
“Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2014 Pasal 3 menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan tradisional dengan memberikan kepastian hukum bagi pengguna dari pemberi pelayanan kesehatan tradisional,” beber Slamet.
Obat tradisional dalam regulasi di Indonesia merujuk pada obat-obatan dari bahan alam. Padahal pengembangan obat berbahan alam saat ini sudah dilakukan dengan teknologi modern.
Kondisi ini menjadi tantangan bagi Indonesia untuk terus berinovasi dan dapat mandiri dengan mengembangkan obat dengan sumber bahan alam dari dalam negeri, sehingga dapat digunakan sebagai alternatif dalam memenuhi kebutuhan obat di Indonesia.
Untuk bis amendorong lebih cepat dan baik lagi, kini telah disusun Informatorium Obat Modern Asli Indonesia (OMAI).
Baca Juga: Obat Cina Mengatasi Radang Tenggorok, Kenali Manfat dan Kandunganya
OMAI merupakan informasi tentang obat bahan alam yang telah disetujui dan digunakan di Indonesia dalam bentuk produk Obat Herbal Terstandar (OHT) dan Fitofarmaka (FF).
Kedua jenis produk itu merupakan produk obat hasil pengembangan dari pemanfaatan bahan-bahan alam di Indonesia. Informatorium melingkupi juga bagaimana proses bahan baku alam menjadi produk yang aman, berkhasiat dan bermanfaat untuk dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.
Pengembangan obat bahan alam menjadi OHT maupun FF merupakan upaya pembuktian ilmiah, sehingga keberadaannya dapat digunakan sebagai substitusi atau komplementer dalam penanganan atau terapi pada kondisi suatu penyakit.
Hal ini tentunya diperlukan banyak riset dan penelitian terhadap bahan alam tersebut sebelum dapat digunakan sebagai obat bahan alam.
Salah satu tujuannya adalah agar ketergantungan Indonesia terhadap bahan baku obat kimia sintetis dapat ditekan sehingga mengurangi volume impor Indonesia.
Baca Juga: Obesitas pada Anak Disebut karena Kelainan Genetik, Ini Faktanya!
Source | : | Tempo,Farmasetika-OMAI |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar