"Gejala di saluran cerna, sering banget tuh. Ibu-ibunya lihat anaknya gampang gumoh, gampang muntah, mencret-mencret, atau bahkan tidak BAB (sembelit)," jelasnya.
Terakhir, ada gejala pada tubuh anak yang lebih spesifik. Apabila ini terjadi, maka dapat memperkuat dugaan alergi pada anak.
"Misalnya gampang pilek, batuk-batuk, kucek-kucek hidung padahal masih bayi lho," tuturnya.
Lebih lanjut, dokter Isman mengingatkan agar orangtua untuk tidak semena-mena memantang asupan protein tertentu bagi anak saat mendapati gejala di atas, meski belum melakukan tes apapun.
"Sebelum punya bukti hitam di atas putih bahwa makanan A, minuman B, camilan C sebagai penyebab alergi, kita belum bisa ngomong itulah alerginya dia," katanya.
Ia melanjutkan, "Kalau kita berpikir seperti itu, kita berusaha sekali menghindari ini itu, malah bisa merusak hidup seorang anak, kan anak itu pengin coba semua."
Untuk memastikannya, orangtua dapat melakukan tes alergi. Kemudian, atasi gejala yang ringan seperti mandi dengan sabun yang lembab.
"Kalau masalah pencernaan bisa kasih probiotik atau vitamin D, karena untuk mengurangi gejala yang muncul. Atau konsultasikan dengan dokter," pungkasnya.
Orangtua juga tak perlu melarang pemberian makanan yang memicu alergi tersebut selama-lamanya. Anak sesekali boleh mencicipnya dengan harapan timbul toleransi.
Toleransi adalah tahap saat tubuh sudah tidak lagi menganggap zat yang menjadi pemicu alergi anak sebagai zat yang berbahaya.
Namun perlu diingat, hal itu hanya bisa dilakukan jika gejala ringan. Apabila berat, jangan sekali-kali mencoba tetap memberikan makanan yang jadi penyebab alergi karena akan menyebabkan anafilaksis yang membahayakan. (*)
Baca Juga: Anak Alergi Susu Sapi? Ini Solusi Agar Kebutuhan Nutrisi Anak Tetap Terpenuhi
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | David Togatorop |
Komentar