Meskipun ada penolakan, tapi pada akhirnya rancangan undang-undang ini disahkan.
Sebelumnya, Puan memberikan pertanyaan pendapat fraksi-fraksi lain yang menghadiri Rapat Paripurna tersebut.
"Kami akan menanyakan kepada fraksi lain, apakah RUU Kesehatan dapat disetujui jadi UU? Fraksi PDI-P, Fraksi Golkar, Fraksi Gerindra, Fraksi Nasdem, Fraksi PKB, Fraksi PAN, Fraksi PPP setuju ya?" kata Puan, dikutip dari Kompas (11/7/2023).
"Setuju," jawab seluruh anggota dewan dari fraksi-fraksi tersebut.
Dengan begitu, maka palu pun diketok dan RUU Kesehatan disahkan menjadi Undang-undang.
Sebagai informasi, sebelum akhirnya RUU ini berubah status menjadi Undang-undang, kelima organisasi profesi kesehatan melakukan aksi penyampaian pendapat sebagai bentuk penolakan.
Selain melakukan aksi penyampaian pendapat, mereka juga diketahui berencana melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
Organisasi profesi kesehatan menganggap RUU ini dapat menimbulkan dampak buruk bagi sistem kesehatan masyarakat.
Sementara itu dari pemerintah, menilai dengan disahkannya RUU ini, maka beberapa pekerjaan rumah dapat diselesaikan.
Salah satunya adalah penciptaan dokter spesialis. Di mana menurut pemerintah, dominasi organisasi kesehatan menghambat pertumbuhan dokter spesialis karena biaya yang cukup tinggi untuk pengurusan izin praktik.
Padahal, rasio dokter spesialis di Indonesia masih terbilang jauh di bawah standar. Perbandingannya 0,12 per 1.000 penduduk dan ini lebih rendah dibandingkan dengan median Asia Tenggara yakni 0,20 per 1.000 penduduk. (*)
Baca Juga: Aksi Damai Organisasi Kesehatan Menolak RUU Kesehatan, Ini Poin yang Disampaikan
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Poetri Hanzani |
Komentar