GridHEALTH.id - Bertengkar dengan pasangan biasanya terjadi karena ketidaksepakatan terhadap sebuah keputusan.
Meskipun wajar memiliki pendapat yang berbeda dengan pasangan, tapi sebaiknya hindari pertengkaran, apalagi jika dilakukan di depan anak.
Pasalnya, ini akan berdampak buruk bagi kesehatan mental anak, bahkan meskipun saat itu anak usianya masih sangat kecil dan dianggap belum mengerti apapun.
Melansir Psych Central, sudah ada beberapa studi yang mendokumentasikan efek negatif konflik orangtua bagi anak.
Salah satunya yang diterbitkan pada tahun 2016. Periset meneliti bagaimana konflik orangtua memengaruhi ketertarikan anak dan efek konflik jangka panjang pada kesehatan mental buah hati.
Mereka menemukan bahwa nada emosi negatif, ketegangan yang berkepanjangan, dan kegagalan untuk mendamaikan dapat menyebabkan masalah pada kemampuan anak untuk berhubungan dengan orang lain serta perasaan amannya.
Dilansir dari laman FirstCry Parenting, dampak bertengkar dengan pasangan memengaruhi kesehatan mental anak dengan kondisi berikut.
Rumah seharusnya menjadi tempat yang nyaman dan penuh cinta bagi seorang anak. Namun, melihat orangtuanya bertengkar, akan mengakibatkan kekacauan dan ketegangan.
Ini akan membuat anak merasa ketakutan, cemas, dan tidak berdaya. Perasaan tidak aman tersebut bisa bertahan seumur hidup.
Anak-anak sering percaya bahwa mereka penyebab pertengkaran orangtua dan akhirnya merasa bersalah. Ini bisa membuat mereka tertekan secara emosional.
Perasaan tidak aman dan merasa bersalah, membuat anak merasa tidak diinginkan ataupun dihargai. Ini pada akhirnya, menghasilkan rasa percaya diri yang rendah dan akan merusak hubungan profesionalnya kelak.
Baca Juga: Jangan Panik Saat Anak Menangis, Ternyata Ada Manfaat untuk Mental
Anak-anak yang terus melihat orangtuanya bertengkar, mengalami kesulitan memproses kontradiksi yang disaksikannya.
Saat dibiarkan, anak-anak menginternalisasi konflik semacam itu dan sering menyalahkan diri sendiri atas situasi tersebut, mengakibatkan rendahnya harga diri.
Ketika orangtua bertengkar, memberikan tekanan pada anak untuk berpihak pada salah satunya.
Perlu diingat, bahwa anak tidak boleh dijadikan bahan perdebatan, juga tidak boleh ditarik ke dalam pertengkaran apalagi dibuat memihak.
Dampak bertengkar dengan pasangan yang dilakukan di depan anak, berpotensi menyebabkan berkembangnya masalah perilaku.
Anak mungkin mudah berubah dan cenderung berperilaku sembrono, atau mungkin menarik diri dan menjadi sangat tertutup, bahkan menghindari kontak sosial.
Dalam kasus yang lebih parah, anak bahkan bisa mengalami gangguan mental seperti attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), depresi, hingga gangguan obsesif-komplusif (OCD).
Selain itu, anak-anak dari keluarga yang tidak stabil juga terlihat lebih rentan terhadap penyalahgunaan zat saat tumbuh dewasa.
Hal tersebut terjadi karena konflik antara orangtua tanpa disadari sangat berpengaruh terhadap perkembangan otak anak.
Penelitian yang dilakukan oleh Alice Schermerhorn menunjukkan, anak-anak yang tumbuh dalam rumah tangga yang bermasalah, cenderung mengembangkan tingkat kewaspadaan yang lebih tinggi dan ini berpotensi membuat stres.
Keadaan kewaspadaan yang terus-menerus ini juga memengaruhi cara anak-anak bereaksi dan memproses emosi yang berbeda. (*)
Baca Juga: Gangguan Kesehatan Mental yang Dialami Anak Berdampak Pada Kecerdasan, Benarkah?
Source | : | FirstCry Parenting,Psych Central |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Poetri Hanzani |
Komentar